Pengembangan Desa Wisata dengan MEAD Bisa Sustainabel

Ahmad Padhil saat menjelaskan Desa Wisata Gunung Condong, Purworejo di Kampus FTI UII Yogyakarta, Jumat (26/1/2018). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA — Pengembangan desa wisata cenderung dilakukan pengembang dan pemerintah desa tanpa melibatkan masyarakat. Akibatnya, banyak desa wisata yang tidak berkembang dan akhirnya mati. Sustainabel desa wisata bisa dipertahankan bila pengembangan desa wisata menggunakan pendekatan Kansai Engineering dan Macro Ergonomic Analisis Desain (MEAD).

Demikian hasil penelitian Ahmad Padhil, mahasiswa Magister Teknik Industri Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (9/1/2018). Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, saat ini ada 978 desa wisata. Sedang tahun 2009, baru ada 144 desa wisata.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Ahmad Padhil mengatakan pembangunan desa wisata yang menggunakan pendekatan Kansai Engineering tidak cukup. Sebab pendekatan ini tidak melibatkan masyarakat setempat, tidak dilibatkannya sumber daya setempat, dan kurang ketatnya aturan adat atau kearifan lokal terhadap pelaksanaan wisata. “Akibatnya, tereduksi budaya masyarakat, sosial, dan alih fungsi lahan. Karena itu pendekatan Kansai Engineenering perlu dilengkapi dengan MEAD,” kata Padhil.

Dijelaskan Padhil, Macro Ergonomic Analisis Desain (MEAD) suatu pendekatan perancangan sistem yang dikaitkan dengan sistem kerja, struktur organisasi, interaksi manusia dan organisasi serta aspek motivasi dalam pekerjaaan. Metode ini mengakomodasi seluruh aspek dalam evaluasi suatu sistem.

“Pendekatan ini menghasilkan penelitian yang menunjukkan elemen organisasi makroergonomi seperti budaya, organisasi dan komunikasi berpengaruh langsung terhadap klien dan berpengaruh tidak langsung terhadap proses manufaktur,” katanya.

Berdasarkan hasil penelitian Ahmad Padhil terhadap sejumlah desa wisata, pendekatan Kansai Engineering lebih diutamakan dalam pengembangan desa wisata. Pendekatan Kansai Engineering tidak cukup, sehingga perlu pendekatan sosio teknik dalam perencanan dengan melibatkan masyarakat lokal.

Masyarakat, kata Padhil, memiliki keinginan untuk dilibatkan dalam proses perencanaan pengembangan desa wisata di daerah mereka. Masyarakat juga berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pengelolaannya. Sehingga masyarakat setempat memiliki tanggung jawab dalam membangun desa wisata, penerapan etika budaya lokal dalam aturan-aturan terhadap pengunjung desa wisata.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gunung Condong, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah Juni 2017. Desa ini dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki potensi alam berupa air terjun Kyai Kate, hutan pinus, dan lereng perbukitan.

“Sejak tahun 2010, desa ini telah berbenah untuk menjadi desa wisata, tetapi belum berhasil. Sebelumnya, juga telah dilakukan penelitian, tetapi tidak melibatkan unsur sosio teknik secara makro. Kajian hanya menekankan pada kajian teknis layak dan tidaknya sebagai desa wisata, dan belum mengakomodir peran aktif masyarakat lokal,” ujarnya.

Kini Desa Gunung Condong telah menerapkan pendekatan Kansai Engineering dan dilengkapi dengan MEAD. Masyarakatnya mulai aktif dengan menghidupkan gejok lesung. “Tetapi sayang pemain gejok lesung umurnya sudah 40 tahun ke atas. Karena itu, perlu dilakukan peremajaan,” harapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *