Mahasiswi UII Ubah Limbah Udang Jadi Pupuk

Pupuk organik dari limbah udang karya mahasiswi Prodi D3 Analisis Kimia FMIPA UII Yogyakarta. (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Tiga mahasiswi Program Studi D3 Analisis Kimia, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia (FMIPA UII) memanfaatkan limbah kulit udang menjadi pupuk organik. Penelitian Nofa Armelia Sari, Imas Siti Nurhamidah (angkatan 2017), dan Syahila Alimah Muliana (2018) berhasil memenangkan dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian Eksakta dari Kementerian Riset Teknologi Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) 2019.

“Pupuk organik mampu meminimalisir kerusakan tanah, bahkan memperbaiki struktur tanah yang rusak. Namun harga yang mahal menjadi kendala bagi pengembangan pertanian organik. Itulah latar belakang penelitian ini,” jelas Nofa Armelia Sari, ketua tim penelitian di Kampus FMIPA UII, Sabtu (13/7/2019).

Bacaan Lainnya

Selain itu, lanjut Nofa, di Yogyakarta ada perusahaan pengolah udang yang membuang kulit udang dan menimbulkan pencemaran udara. Sebab kulit udang yang dibuang akan menimbulkan bau yang tidak sedap. “Limbah kulit udang tersedia dalam jumlah banyak dan kurang dimanfaatkan,” kata Nofa.

Tiga mahasiswi Prodi D3 Analisis Kimia FMIPA UII memperlihatkan pupuk organik dari limbah udang di Yogyakarta, Sabtu (13/7/2019). (foto : istimewa)

Dijelaskan Nofa yang berada di bawah bimbingan Dosen Yuli Rohyami SSi, MSi, kulit udang mengandung kitosan yang sangat bermanfaat untuk kesuburan tanah. Penelitian ini menekankan pada sintesis nano kitosan dari limbah kulit udang. Selanjutnya, sintesis kitosan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk menemukan efektivitas nano organik fertilizer kulit udang bagi kesuburan tanah.
Proses selanjutnya, kitin diisolasi dari serbuk kulit udang melalui proses dekolorisasi, deproteinasi dan demineralisasi. Kitosan kemudian diisolasi dari kitin yang dilakukan melalui proses deasetilasi menggunakan NaOH 60 %. Sedang pembuatan kitosan menjadi nano kitosan menggunakan metode gelasi dan iradiasi sinar gamma dengan variasi 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 kGy.

Kitosan dikarakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Tansform Infrared Spectroscopy) sehingga didapatkan spektrum untuk dihitung derajat deasetilasi. Bilangan gelombang 1655 cm-1 merupakan gugus amina dan bilangan gelombang 3450 cm-1 merupakan gugus amida atau asetil. “Derajat deasetilasi kitin diperoleh 43,2456 % dan derajat deasetilasi kitosan sebesar 169,8076 %,” kata Nofa.

Menurut Nofa dan kawan-kawan, hasil tersebut menunjukkan potensi yang luar biasa dari kulit udang untuk dikembangkan menjadi pupuk organik bertenaga nano. Sehingga pupuk organik yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan hasil panen serta kesuburan tanah di Indonesia.

Sebelum melakukan penelitian ini, Nofa pernah meneliti tentang penggunaan pupuk kimia dan kesuburan tanah di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagian besar petani menggunakan pupuk kimia. Namun mereka merasa kurang beruntung, sebab penggunaan pupuk kimia semakin tahun bertambah banyak. Selain itu, pupuk kimia merusak tekstur tanah petani.

Nofa dan kawan-kawan berharap hasil penelitiannya ini bisa membantu petani untuk menggantikan pupuk kimia. “Harapannya, pupuk organik ini harga murah dan bisa menjaga kesuburan tanah,” harapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *