Hukuman Fisik Pidana pada Anak Pilihan Terakhir

Agus Basuki saat ujian terbuka di Kampus UII Demangan Yogyakarta, Selasa (28/12/2021). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Hukuman fisik pada anak dalam pendidikan dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan usia anak, kondisi fisik dan psikis saat menerima hukuman. Kesalahan dan hukuman saling berkaitan, dilaksanakan sesegera mungkin, serta tidak meninggalkan bekas luka. Sedangkan penerapan hukuman fisik secara hukum pidana Islam dapat dilaksanakan tetapi menjadi pilihan terakhir dalam memilih hukuman.

Demikian hasil penelitian Agus Basuki, Pengawas PAI Sekolah Umum Kabupaten Kulonprogo yang dikemukakan dalam ujian terbuka pada Program Studi Doktor Hukum Islam (DHI), Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII), Selasa (28/12/20210). Desertasi berjudul ‘Hukuman Fisik terhadap Anak dalam Pendidikan Perspektif Hukum Pidana Islam’ berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji.

Bacaan Lainnya

Tim penguji terdiri Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD (Ketua Sidang/Rektor), Dr Drs Yusdani, MAg (Sekretaris), Prof Dr Drs Makhrus, SH, MHum (Promotor), Dr Tamyiz Mukharrom, MA (Co Promotor). Sedang penguji Dr Sidik Tono, MHum, Dr Dra Junanah, MIS, dan Dr Sofwan Jannah, MAg.

Dijelaskan Agus Basuki, hukuman dalam pendidikan bertujuan untuk mengajarikan kedisiplinan dan tanggungjawab. Meski terdapat beberapa pilihan dalam hukuman, akan tetapi hukuman fisik masih dianggap efektif dan memberikan efek jera pada anak agar tidak melakukan kesalahan yang sama.

Hal ini, lanjut Agus, berkaitan dengan tujuan hukuman yang harus mengandung kemashlahatan bagi anak dan secara psikologis anak dinilai belum berkembang secara matang untuk memahami norma kehidupan. Sehingga esensi dari hukuman fisik hanya akan menimbulkan trauma dan ketakutan dengan jangka panjang.

Islam mengajarkan membesarkan anak dengan lemah lembut dan kasih sayang. Namun Islam juga mengajarkan untuk bersikap tegas saat menghadapi anak. Rasulullah memerintahkan orang tua untuk bersikap tegas pada anak yang telah berusia tujuh tahun untuk melaksanakan shalat. Orang tua juga mendapat kewajiban untuk memberikan hukuman pada anak berusia 10 tahun yang meninggalkan shalat.

“Penegakan hukuman fisik pada anak dibutuhkan untuk melatih kesidiplinan dan tanggung jawab. Tetapi ada tahapan dan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi sebelum menggunakan hukuman fisik,” kata Agus Basuki.

Selain itu anak juga dilindungi hak dan keberadaanya melalui undang-undang perlindungan anak dengan ancaman tindak pidana dan denda. Karena itu, mana yang lebih mengkhawatirkan mendidik menggunakan kekerasan atau hak anak untuk dilindungi.

“Berdasarkan fakta tersebut dibutuhkan telaah lebih dalam mengenai konsep dasar hukuman fisik dalam ketentuan mendisiplinkan anak menggunakan hukuman fisik dalam undang-undang hukum perlindungan anak ditinjau dari hukum pidana Islam,” katanya.

Menurut Agus Bastian, tinjauan hukum pidana Islam terhadap hukuman fisik dalam pendidikan tidak termasuk jarimah, jika memenuhi unsur-unsur pendidikan, dengan tujuan mendidik dan tidak menyakiti. “Tetapi jika terdapat unsur menyakiti dan mengarah pada kekerasan atau penganiayaan maka dapat dijatuhi hukuman takzir pada pelaku hukuman fisik, dalam memberikan hukuman harus mengedepankan aspek psikologi,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *