Hukum Islam Memberikan Kemudahan Menjalankan Perintah Allah

Dr DI Ansusa Putra saat membenah buku Fikih dan Pranata Sosial di Indonesia, Kamis (18/2/2021). (foto : screenshoot/youtube/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — KH Ahmad Azhar Basyir, MA berpendapat mempertimbangkan ‘urf (adat) dalam praktek hukum kewarisan merupakan salah satu tujuan syariat. Sebab hukum Islam bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam menjalankan ketundukan kepada Allah SWT.

Demikian diungkapkan Dr DI Ansusa Putra, Lc, MA Hum, Wakil Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada Bedah Buku ‘Fikih dan Pranata Sosial di Indonesia, Refleksi Pemikiran Ulama Cendekia’ karya KH Ahmad Azhar Basyir, MA, secara virtual, Kamis (18/2/2021). Selain Ansusa Putra, bedah buku ini juga menampilkan pembedah Dr (c) Yahya, SPdI, Lc, MPI, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah, Palembang; dan Dr (c) Aulia Rahmat, MAHk, Dosen Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol, Padang.

Bacaan Lainnya

Sedang pengantar bedah buku disampaikan Dr Drs Yusdani, MAg, Ketua Program Studi Hukum Islam Program Doktor (DHI), Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) Yogyakarta. Moderator Januariansyah Arfaizar, SHI, ME, Ketua Forum Mahasiswa Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII.

Lebih lanjut Ansusa Putra mengatakan Ahmad Azhar Basyir merekomendasikan agar dalam perumusan undang-undang waris di Indonesia mempertimbangkan muatan hukum adat. Usulan ini dilatarbelakangi masyarakat muslim Indonesia yang lebih mengedepankan pendekatan tradisi (adat).

“Penulis tidak hanya mengkaji Waris dari perspektif hukum saja, tetapi juga mengkoneksikan eksistensi waris dalam Islam dengan sistem sosial. Waris sebagai pranata sosial sebagaimana pernikahan, sistem kekerabatan (patrilineal-matrilineal) dalam pembentukan masyarakat ‘madani’,” kata Ansusa.

Selain itu, kata Ansusa, Ahmad Azhar Basyir juga mengaitkan waris dengan aturan ekonomi Islam. Serta mengkaji praktik waris di Indonesia dari perspektif sejarah hukum. Seperti pelaksanaan waris pada masa kolonialisme Belanda dan pengaruh praktek waris Indonesia dengan agama Hindu dan Kristen.

“Penulis berusaha membangun diskursus yang komprehensif mengenai hukum waris dan praktiknya yang dikoneksikan dengan aspek lain. Di antaranya, hukum Islam (prinsip syariat), ekonomi, sosio-budaya, sejarah, fenomena,” katanya.

Menurut Ansusa, buku ini dibangun dengan logika deduktif yaitu dengan memperhatikan realitas-realitas sosial mengenai waris kemudian ditimbang dalam worldview Islam. Buku ini juga memuat aturan normatif kewarisan Islam.

“Penulis tidak menjustifikasi dan berusaha membangun argumentasi-argumentasi yang didukung dengan data-data kualitatif. Kecuali pada statemen tertentu untuk memastikan posisi penulis terkait problem tertentu,” ujarnya.

Sementara Yusdani mengatakan buku ini merupakan thesis KH Ahmad Ashar Basyir dalam Bahasa Arab untuk menyelesaikan Master di Universitas Darul Ulum di Mesir tahun 1968. Judul asli buku ini Nidhomulmirots fi Indonesia baina al-Urf wa al-Syariah al-Islamiyah (ma’a al Muqaranah bima huwa al-Ma’mul bihi fi al-Qanun al-Misri). Tim penerjeman terdiri Dr Yusdani MAg, Dr Sofwan Jannah MAg, Fuat Hasanudin Lc, MA, dan Muhammad Najib Asyrof Lc, MAg. Sedang editor, layout dan cover, Maulidi Dhuha Yaum Mubarok SH. (Baca : Prodi DHI UII Terbitkan Buku ‘Fikih dan Pranata Sosial di Indonesia’)

Menurut Yusdani, Konsep Islam dan Pranata Sosial setidaknya menampakkan tiga pola. Pertama, Islam mengambil sebagian tradisi dan meninggalkan sebagian lainnya. Kedua, Islam mengambil dan meninggalkan tradisi secara setengah-setengah dengan mengurangi atau menambahkan adat dan praktek pra-Islam. Ketiga, Islam meminjam norma-norma tersebut dalam bentuknya yang paling sempurna tanpa mencerna dan mengubah namanya.

”Karena sifatnya yang selalu berdialektika dengan realitas maka tradisi keagamaan dapat berubah sesuai dengan konteks sosial dan kultural suatu masyarakat,” kata Yusdani. (Baca : Rektor UII : Mendokumentasikan Pemikiran adalah Kerja Peradaban)

Pemikiran Islam, lanjut Yusdani, sesungguhnya secara antropologis dan sosiologis dibentuk oleh dialektika terus menerus antara dimensi universalitas dan partikularitas. Hal ini didukung oleh suatu fakta lain yang cukup mengejutkan, bahwa Pemikiran Islam banyak mewarisi secara kreatif tradisi/kearifan lokal. ”Ini berarti bahwa Pemikiran Islam yang kini telah hadir dalam bentuk yang mapan dan kokoh selalu merupakan racikan antara wahyu dan tradisi,” tandas Yusdani.

Kajian Hukum Islam, kata Yusdani, pertama, membutuhkan cakrawala luas. Kedua, kajian Filsafat Hukum Islam menjadi faktor penting bagi pengenalan Hukum Islam secara mendalam, pemecahan masalah hukum Islam dalam kehidupan masyarakat dengan latarbelakang kultural yang majemuk.

Ketiga, kajian perbandingan hukum merupakan aspek sangat vital dalam kajian Hukum Islam. Keempat, penelitian terhadap Undang-undang yang berlaku hingga saat ini perlu dilakukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *