Elang Jawa Jambul Mulai Punah

Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi). (foto : istimewa)

Oleh:
Hizkia Andrian Kristianto
Mahasiswa Fakultas Bioteknologi UKDW Yogyakarta

Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi) termasuk dalam genus aves karnivora besar khas Jawa yang dilindungi undang-undang. Elang Jawa hidup di seluruh hutan tropis basah Jawa, namun karena berbagai kerusakan alam akhirnya menyebabkan populasinya semakin mengkhawatirkan.

Bacaan Lainnya

Saat ini diperkirakan jumlah Elang Jawa hanya tersisa 137-188 pasang. Penurunan populasi ini diduga akibat luasnya konversi hutan di Jawa, perburuan liar, penggunaan pestisida dan bencana alam. Populasinya berada dalam beberapa sub-populasi di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka kecil kemungkinan saling berhubungan atau berpindah dari satu populasi ke populasi lain.

Elang Jawa cenderung memiliki tubuh berukuran sedang sekitar 60 cm. Elang Jawa memiliki satu ciri khas, ada jambul diatas kepalanya. Pada elang dewasa, bagian jambul ini merupakan mahkota dengan garis kumis berwarna hitam sebagai pemikat pasangan.

Warna bulu punggung dan sayap coklat gelap, memliki bulu ekor panjang dan berwarna coklat dengan garis hitam. Bagian bawah tubuh elang berwarna keputih-putihan, bulu dada bercorak coklat gelap, bulu perut bergaris tebal coklat gelap.

Elang Jawa memiliki paruh bengkok yang tajam dan berwarna dominan hitam. Kaki pencengkram menandakan burung Elang Jawa termasuk karnivora. Burung karnivora ini biasa memakan jenis hewan berupa ular, tikus, tupai, dan kadal.
Persebaran Elang Jawa ini berada di Pulau Jawa, tetapi terbatas di wilayah dengan hutan primer serta perbukitan berhutan. Sebagian besar Elang Jawa ditemukan di belahan selatan Pulau Jawa.

Periode bertelur tercatat mulai bulan Januari sampai Juni. Sarangnya berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat pada cabang pohon setinggi 20-30 meter di atas tanah. Telurnya berjumlah satu butir, yang dierami sepanjang kurang-lebih 47 hari.

Populasi Elang Jawa tahun 2016 diperkirakan sebanyak 325 pasang. Namun tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 200 pasang. Ancaman utama penurunan populasi Elang Jawa di antaranya, maraknya praktek perdagangan liar dan pembalakan hutan secara liar.

Elang Jawa banyak ditangkap dan dijual illegal di pasar gelap dengan harga yang bisa mancapai harga Rp 30 juta/ekor. Perdagangan dilakukan melalui Kota Jakarta dan Surabaya menuju kawasan Asia seperti Korea Selatan, Singapura dan Taiwan.

Ancaman lain, penggunaan pestisida berlebih pada pertanian yang berbatasan dengan habitat hutan. Elang merupakan predator bagi fauna yang berada di bawahnya. Tak jarang mereka juga memangsa tikus, ayam, tupai, kelelawar, katak, ular, dan musang yang terpapar pestisida.

Sedang perkembangbiakan Elang Jawa cenderung lambat. Elang Jawa berkembang biak setiap dua tahun sekali dengan jumlah anak satu ekor. Elang ini biasanya hanya kawin dengan satu pasangan yang sama seumur hidupnya. Umur Elang Jawa yang siap berkembang biak pada umur 3-4 tahun dengan masa eram 44-48 hari.

Untuk menjaga kelestarian Elang Jawa, pemerintah memang sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Nomor P.58/Menhut-II/2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi) Tahun 2013-2022. Penulis rasa peraturan tersebut belum efektif karena masih banyak orang yang dulunya sudah di hukum, baik penjara maupun denda masih melakukan pemburuan liar, penjualan ilegal dengan cara membentuk oknum baru supaya identitasnya tidak diketahui pemerintah.

Oleh sebab itu penulis berpendapat pemerintah perlu memberlakukan sistem hukum yang lebih keras dan lebih ketat. Sehingga ada efek jera bagi pelaku dan Elang Jawa tidak dijualbelkan ke luar negeri. Selain itu, masyarakat perlu di edukasi tentang pentingnya Elang Jawa. Elang Jawa merupakan predator yang membantu masyarakat, khususnya petani untuk menangkap hewan yang menjadi hama pertanian, seperti tikus. @@@

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *