Menunggu Ketegasan Pemerintah untuk Atasi Pencemaran Sungai Opak

Augita Tri Clara SDR. dan Hizkia Andrian Kristianto. (foto : istimewa)

Oleh
Augita Tri Clara S.D.R/ 31180169
Hizkia Andrian Kristianto/ 31180191

Sungai Opak merupakan salah satu sungai di Kota Yogyakarta yang berhulu di Kabupaten Sleman dan berhilir di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hulu Sungai Opak berada di sekitar kaki Gunung Merapi dan hilirnya masuk ke Samudera Hindia di Pantai Samas, Bantul.

Bacaan Lainnya

Sungai ini masuk dalam kategori air kelas I dan II. Artinya, sungai ini bisa dimanfaatkan warga sebagai air minum, sarana dan prasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan, peternakan dan pertanian. Sungai Opak menjadi salah satu sasaran program kali bersih (Prokasih) yang digalakkan pemerintah DIY.

Sungai Opak memiliki panjang sekitar 65 kilometer yang melintasi Kecamatan Cangkringan, Prambanan, Berbah, Piyungan, Pleret, Jetis, Imogiri, Pundong dan muaranya di Pantai Samas, Kecamatan Kretek, Bantul. Sungai Opak memiliki debit air bulanan sekitar 12,35 m3/detik dan debit maksimum 83,2 m3/detik.

Sungai ini memiliki banyak manfaat bagi penduduk sekitar, namun munculnya industri di sepanjang sungai membuat kualitas air menurun. Kini Sungai Opak berstatus sebagai sungai tercemar dengan tingkat sedang.

Pencemaran disebabkan bemacam-macam jenis limbah seperti sampah, limbah cair yang berasal dari berbagai aktivitas warga dan industri di sekitarnya yang mengandung logam berat dan bersifat toksik. Pencemaran ini berpengaruh pada kualitas air, konflik antara masyarakat sekitar dan pemilik industri, masyarakat dan pemerintah. Pencemaran ini juga membawa dampak negatif pada aspek kehidupan seperti ekosistem organisme lain selain manusia.

Permasalahan Sungai Opak ini adalah tercemarnya sungai oleh bahan toksik dari limbah pabrik. Penyebab utamanya adalah adanya pembangunan pabrik di sekitar Sungai Opak.

Hal ini berawal dari pengembangan industri yang bersangkutan, namun tidak memiliki lahan untuk mengoptimalisasi bisnisnya. Sehingga mengambil lahan di sekitar Sungai Opak yang seharusnya tidak boleh diisi pembangunan apapun, apalagi untuk industri. Limbah yang dihasilkan industri berasal dari penggunaan bahan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) sehingga limbah memiliki sifat toksik.

Limbah dari kegiatan lain seperti membuang sampah dan limbah keluarga ke sungai oleh masyarakat sekitar. Hal ini dipicu masyarakat yang belum memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan sungai.

Dari sekian akar masalah yang menyebabkan Sungai Opak tercemar, muncul beberapa dampak negatif bagi lingkungan, biota, dan manusia. Dampak yang dapat dilihat ialah tercemarnya muara Sungai Opak yang menimbulkan banyak penyakit kronis baik itu terhadap manusia, biota perairan ataupun ternak yang dipelihara masyarakat.

Penyakit yang biasa menyerang manusia sebagai akibat adanya pencemaran sungai oleh logam berat (krom) ialah penyakit kulit, gangguan pencernaan, dan kanker. Dampak lain adalah sumber air bersih mulai berkurang atau jarang ditemukan karena sumber air sudah menjadi sumber limbah.

Limbah yang masuk ke sungai akan terendap dan mempengaruhi ketersediaan air tanah karena limbah ini akan ikut mencemari air yang ada di dalam tanah. Dampak lainnya dapat dilihat dari perubahan fisik sungai yang dulunya bening, mempunyai pH 7, dan suhu seperti sungai pada umumnya berubah saat limbah krom masuk ke dalam sungai.

Masuknya krom ke dalam sungai menjadikan warna air menjadi cokelat kehitaman, suhu yang di atas 30°C dan pH bisa di bawah 5 yang berarti airnya memiliki kandungan asam yang tinggi. Tercemarnya Sungai Opak juga dapat menyebabkan banyak biota perairan mati karena keracunan baik itu vegetasi, mikrobia maupun biota makro.

Berubahnya kualitas air akan berdampak pada produktivitas panen petani karena sebagian besar pertanian masih bergantung pada air dari Sungai Opak. Air yang tercemar akan meracuni tanaman pertanian sehingga menurunkan jumlah produktivitas pertanian. Dampak yang tak kalah penting ialah munculnya konflik antara pelaku pencemaran (industri) dengan pihak terampak (masyarakat sekitar).

Permasalahan ini tak jauh dari adanya beberapa oknum yang bermain-main di balik tercemarnya sungai ini. Usut punya usut, pembuangan limbah ke dalam sungai terjadi pada malam hari di mana tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Pelaku yang melakukan tindakan ini dapat berasal dari pihak pabrik atau pun sudah adanya ‘kesepakatan’ antara pihak industri dengan pihak pemerintah yang terkait. Permasalahan ini biasanya diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota selaku pemberi izin. Berdasarkan data Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) DIY 2017, dari total 12 unit industri hanya empat di antaranya yang memiliki dan menyelesaikan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Beberapa di antaranya memiliki hasil pengawasan tidak taat.

Sungai Opak memiliki tingkat pencemaran sedang. Pencemaran ini harus segera diselesaikan mengingat sungai ini masuk kedalam kategori kelas I dan kelas II di mana air dapat digunakan sebagai air minum, prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanah, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaannya.

Walau kini peruntukannya bukan untuk air minum, namun pencemaran sedang yang terjadi di sungai ini tentu saja akan menimbulkan efek negatif bagi makhluk hidup ke depannya. Pencemaran sungai baik tingkat rendah sampai tertinggi harus segera diatasi agar tidak menimbulkan efek yang negatif ke makhluk hidup. Kolaborasi antara pemerintah setempat, pihak industri, dan masyarakat dalam menanggulangi dan menekan tingkat pencemaran sungai merupakan jalan terbaik.

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *