Telemedicine Dapat Memberikan Pelayanan Kesehatan Lebih Luas

Kuliah Umum
Sri Kusumadewi foto bersama rektor, wakil rektor, dekan dan mahasiswa UWH Semarang. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Aplikasi telemedicine semakin banyak digunakan masyarakat untuk berkomunikasi dengan dokter atau pelayanan kesehatan. Pengggunaan aplikasi ini mengalami peningkatan tajam sebesar 600 persen saat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pakar Informatika Medis Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Sri Kusumadewi, S.Si., M.T mengatakan hal tersebut pada Kuliah Umum Informatika Medis, pada Program Studi Informatika Medis, Fakultas Keperawatan, Bisnis & Teknologi, Universitas Widya Husada (UWH) di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (19/10/2023). Dalam kesempatan ini, Program Studi Informatika Program Magister FTI UII menginisiasi kerjasama dengan Fakultas Keperawatan Bisnis dan Teknologi UWH untuk memperkuat sinergi antar perguruan tinggi.

Bacaan Lainnya

Pembukaan Kuliah Umum dihadiri Dr. drg Hargianti Dini Iswandari MM, Rektor UWH Semarang, Basuki Rahmat, S.T., M.T, Wakil Rektor 3 UWH dan Dr. Ari Dina Permana Citra SKM, M.Kes, Dekan Fakultas Keperawatan Bisnis dan Teknologi UWH.

Sri Kusumadewi yang juga dosen Jurusan Informatika Fakultas Teknologi Industri (FTI) UII menjelaskan beberapa alasan telemedicine mengalami peningkatan tajam. Di antaranya, akses pelayanan kesehatan dapat menjangkau wilayah yang lebih luas; penurunan biaya dan efisiensi; peningkatan pemantauan kesehatan jarak jauh.

Selain itu, tambah Sri Kusumadewi, juga memberikan peluang bagi ahli teknologi informasi untuk mengembangkan aplikasi dan inovasi teknologi. Juga perlu ada pelatihan tenaga kesehatan untuk menggunakan aplikasi, kolaborasi tenaga kesehatan dengan industri teknologi, pemanfaatan layanan seluler dan pengembangan kemitraan dan jaringan.

Sri Kusumadewi menjelaskan peningkatan penggunaan telemedicine ini juga terlihat dari aplikasi yang diunduh dari Google Play Store. “Alodokter telah diunduh oleh lebih dari 5 juta pengguna di Google Play Store (>33 juta pengguna aktif sejak Maret 2020) dan Aplikasi kesehatan Halodoc telah diunduh lebih dari 1 juta kali dan (> 9 juta pengguna aktif),” kata Sri Kusumadewi.

Selain dua aplikasi kesehatan itu, tambah Sri Kusumadewi, masih banyak aplikasi kesehatan online yang ada di Indonesia yang dikelola oleh dokter muda. Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), terdapat 21.500 dokter umum dan 4.500 dokter spesialis yang bergabung di aplikasi Alodokter. Kemudian, sebanyak 12.000 dokter umum dan 8.000 dokter spesialis di Halodoc.

Selain itu, juga ada 9.000 dokter umum dan 2.000 dokter spesialis di Klik Dokter. Sebanyak 100 dokter umum dan 1.000 dokter spesialis di Aido Health, serta 10.000 dokter umum dan 2.500 dokter spesialis bergabung di Good Doctor.

Saat ini, kata Sri Kusumadewi, distribusi dokter spesialis di Indonesia juga belum merata. Dokter spesialis terkonsentrasi di tiga provinsi besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Bali. Sehingga hadirnya telemedicine memberikan kemudahan bagi masyarakat, terutama yang berada di wilayah dengan jumlah dokter terbatas, untuk mendapatkan layanan kesehatan. Selain itu, harga yang lebih terjangkau membuat semakin banyak masyarakat yang dapat menikmati layanan melalui telemedicine.

Menurut Sri Kusumadewi, masih ada tantangan dalam implementasi telemedicine di Indonesia. Salah satunya, infrastruktur teknologi yang meliputi 1) keterbatasan pendidikan dan literasi digital; 2) regulasi dan kebijakan; 3) keamanan dan privasi data; 4) penerimaan dan kepercayaan masyarakat; 5) interoperabilitas sistem; 6) ketidaksetaraan akses; 7) keterbatasan diagnosis jarak jauh; 8) pembiayaan dan model bisnis; 9) pelatihan tenaga kesehatan.

Sementara Ir. Irving Vitra Paputungan, S.T., M.Sc., Ph.D, Ketua Program Studi Informatika Program Magister FTI UII mengatakan telemedicine merupakan inovasi di bidang kesehatan yang akan digunakan rumah sakit. Keberadaan telemedicine dapat dimanfaatkan para dokter di suatu rumah sakit untuk berkomunikasi dengan dokter serta tenaga medis lain di tempat yang berbeda.

“Telemedicine memang tidak dapat menggantikan tatap muka. Akan tetapi pada keadaan tertentu seperti jarak jauh, untuk kasus tertentu banyak sekali yang sudah menggunakannya. Karena itu, telemedicine perlu kita gali. Kita perlu big data kesehatan masyarakat Indonesia, lalu kita olah aritmatikanya, dan teman-teman statistik bisa membuat model dan ramalkan apa masalahnya,” kata Irving. (*)