SEM Permudah Dokter Diagnosis Penyakit

Ridho Rahmadi saat memberi keterangan kepada wartawan di Kampus FTI UII Yogyakarta, Jumat (29/3/2019). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Structural Equation Model (SEM) yang didukung dengan pemanfaatan teknologi informasi dapat mempermudah dokter, terapis dan psikolog untuk mendiagnosis penyakit pasien. Selanjutnya, mereka dapat memberikan penanganan yang tepat dan kesembuhan pasien relatif lebih cepat.

Ridho Rahmadi, SKom, MSc, PhD, dosen Program Studi Teknik Informatika Program Magister Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) Yogyakarta mengungkapkan hal itu kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat(29/3/2019). Ridho melakukan penelitian dengan judul ‘Finding Stable Causal Structure from Clinic Data’ untuk meraih gelar PhD di Radboud University Nijmegen, the Netherlands.

Bacaan Lainnya

Dijelaskan Ridho, SEM merupakan model yang merepresentasikan hubungan sebab-akibat antara variabel dan relatif banyak digunakan pada berbagai domain keilmuan. Prosedur aplikasi SEM yang sering digunakan adalah memodelkan hipotesis, mengevaluasi model tersebut. Selanjutnya, melakukan modifikasi terhadap model tersebut, hingga dicapai hasil eveluasi yang baik. “Prosedur semacam ini biasanya hanya mengevaluasi sedikit model,” kata Ridho.

Prosedur tersebut, lanjut Ridho, memunculkan dua permasalahan. Permasalahan pertama, dengan asumsi hubungan sebab-akibat yang tidak resiprokal, memunculkan SEM sangat banyak. Sebagai contoh, hanya dengan enam variabel saja, maka ada lebih dari 14 juta SEM yang mungkin dibuat dari variabel- variable tersebut.

Sedang permasalahan kedua, proses untuk estimasi model dikenal sulit dan tidak stabil. Sehingga sering terjadi sedikit perubahan pada data dan dapat menghasilkan model yang berbeda.

“Penelitian yang saya lakukan dalam studi S3 adalah untuk menyelesaikan kedua permasalahan tersebut,” kata Ridho yang menjadi doktor ke delapan pada Jurusan Teknik Informatika FTI UII.

Untuk memecahkan permasalahan pertama, Ridho menggunakan ide multi-objective evolutionary algorithm (MOEA) untuk mencari model-model yang optimal. Sebuah model dikatakan optimal jika model tersebut merepresentasikan data dengan baik sekaligus memiliki struktur yang sederhana. Sedang memecahkan masalah kedua, Ridho mengadopsi konsep stability selection untuk mendapatkan model yang stabil.

“Menggabungkan kedua ide, kami memperkenalkan sebuah metode bernama stable specification search for cross-sectional data (S3C; Rahmadi, Groot, Heins, Knoop, & Heskes, 2017). Secara teknis, S3C melakukan mengambil banyak sampel dengan ukuran yang lebih kecil dari data yang diberikan,” jelasnya.

Ridho telah mengaplikasikan S3C, S3L dan S3C-Latent pada data-data klinis seperti chronic fatique syndrome, chronic kidney disease, alzheimer’s disease, attention dificit-hyperactivity disoder, dan tuberculous meningitis. “Terapi dapat mengurangi fokus hingga 36 persen,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *