Selama Pandemi UII Berikan Potongan SPP Rp102,01 Miliar

Rektor UII, Prof Fathul Wahid saat menyampaikan pidao Milad ke 79 di Yogyakarta, Selasa (1/3/2022). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Selama pandemi sejak tahun 2020, Universitas Islam Indonesia (UII) telah memberikan potongan SPP kepada mahasiswa sebesar Rp102,01 miliar. Selain itu, UII tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), gaji dan tunjangan bagi dosen serta karyawan masih dibayar sesuai dengan yang seharusnya.

Demikian diungkapkan Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD dalam Laporan Perkembangan Universitas Islam Indonesia 2021 pada Milad ke 79 di Kampus Terpadu Jalan Kaliurang km 14 Yogyakarta, Selasa (1/3/2022). Dalam Milad juga disampaikan pidato ilmiah “Forensik Digital: Penerapan Bukti Ilmiah Untuk Investigasi Kejahatan Pada Ruang Siber,” oleh Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII, Dr Yudi Prayudi, SSi, MKom.

Bacaan Lainnya

“Pemotongan SPP ini adalah ikhtiar UII sebagai bentuk empati kepada
yang terdampak dan juga sekaligus untuk merawat cita-cita para mahasiswa UII supaya tidak kandas karena pandemi Covid-19,” kata Rektor UII.

Lebih lanjut Fathul Wahid mengatakan selama pandemi, beragam inisiatif yang dilakukan UII, tidak hanya bermanfaat bagi keluarga besar UII, tetapi juga untuk masyarakat. Pada 2021, UII terlibat dalam vaksinasi massal untuk keluarga besar UII dan masyarakat umum, sebanyak 15.800 dosis vaksin sudah disuntikkan.

UII, tambah Fathul, juga menggunakan Rusunawa Selatan untuk Shelter Covid-19 bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan Sambatan Jogja (Sonjo). Sejak dibuka pada 14 Juni 2021 dan ditutup sementara pada 1 November 2021, shelter sudah melayani 287 orang yang terkonfirmasi Covid-19.

“Shelter yang berganti nama menjadi Tempat Isolasi Terpadu (Isoter) telah dibuka kembali mulai 23 Februari 2022, untuk merespons perkembangan pandemi yang kembali meningkat,” kata Fathul.

Dalam pembelajaran, jelas Fathul, UII sudah membuat panduan pelaksanaan pembelajaran yang melibat aktor lintas tingkat, mulai program studi, jurusan, dan fakultas. Beragam aspek di atur di dalamnya, termasuk dalam penyiapan perkuliahan sampai dengan mitigasi risiko dan penarikan rem darurat jika pandemi kembali meningkat.

Milad ke 79, kata Fathul, UII mengangkat tema “Lincah dalam Strategi, Setia pada Misi.” Tema ini diambil dengan kesadaran penuh atas hasil pemindaian lingkungan internal dan eksternal. Salah satunya adalah beragam praktik manajemen perguruan tinggi (PT) di Indonesia, dan bahkan dunia, yang berideologi neoliberal.

Menurut Fathul, jebakan mutakhir neoliberalisme tampaknya memang sulit dihindari. Fenomena ini dapat dengan mudah dijelaskan dengan lensa teori institusional. Salah satu cara untuk mendapatkan legitimasi adalah dengan mengikuti lingkungan tanpa refleksi mendalam, yang oleh DiMaggio dan Powell (1983) disebut dengan mimetik (mimetic) atau bersifat koersif (coercive) karena dikekang oleh otoritas di atasnya.

Mengutip Rosser, Fathul mengatakan jebakan ini akan membawa kepada dua perubahan. Pertama, perguruan tinggi akan mengejar menjadi universitas kelas dunia, terutama dalam konteks ukuran metrik yang digunakan oleh pemeringkatan universitas global dan produksi tenaga terampil untuk mengisi pasar tanaga kerja. Kedua, perguruan tinggi berlomba-lomba menransformasikan manajemen internal untuk menghasilkan efisiensi dan meningkatkan efektivitas dengan pendekatan korporat. Secara ringkas, ini adalah upaya korporatisasi dan pengamalan manajerialisme (managerialism) yang berpotensi menjauhkan dari misi utama.

Jebakan ini, kata Fathul, tanpa disadari akan mengubah pola pikir: perguruan tinggi dilihat sebagai korporat yang memberi layanan riset dan pengajaran dan bukan sebagai lembaga yang fokus pada ikhtiar ilmiah pendidikan tinggi. Dalam konteks ini, staf administratif dan akademik dipandang sebagai pekerja/buruh dan bukan sebagai kolega atau intelektual/cendekiawan.

Sedang mahasiswa dianggap sebagai klien/konsumen yang harus dipuaskan dan bukan mahasiswa yang haus didikan. Rektor dan
pejabat teras perguruan tinggi lain difungsikan sebagai manajer korporat dan bukan pemimpin intelektual.

“Jika ingin menjaga idealismenya, UII sudah seharusnya tidak menempatkan pemeringkatan perguruan tinggi sebagai tujuan, tetapi
hanya sebagai dampak samping karena kita mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. UII seharusnya berfokus pada pertumbuhan substantif yang sejalan dengan misinya, dan tidak justru disilaukan oleh pembangunan citra,” tandas Rektor UII.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *