SOLO, JOGPAPER.NET — Selama ini, rumput laut dikenal sebagai sumber pangan dan bahan baku dalam industri kosmetik serta farmasi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti dan perusahaan tekstil mulai menggali rumput laut sebagai bahan dasar yang dapat diolah menjadi serat tekstil.
Hal itu diungkapkan Ir Sri Saptono Basuki, MM, General Manager Human Resource Development (HRD), PT Sri Rejeki Isman Tbk pada diskusi dengan Ir Agus Taufiq. MSc, Ketua Program Studi Rekayasa Tekstil, Program Sarjana Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) di Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (29/5/2024) malam.
Sri Saptono menjelaskan ada beberapa jenis rumput laut yang bisa digunakan untuk membuat serat tekstil. Di antaranya, alginat dari rumput laut coklat dan selulosa dari rumput laut merah.
Lebih lanjut Sri Saptono mengatakan proses produksi tekstil dari rumput laut memerlukan beberapa tahapan. Pertama, rumput laut dikumpulkan dan dibersihkan untuk menghilangkan kotoran dan garam. Kedua, melalui proses ekstraksi, senyawa penting seperti alginat atau selulosa diekstrak.
“Senyawa ini kemudian diolah menjadi serat melalui proses pemintalan. Serat-serat tersebut kemudian dapat ditenun atau dirajut menjadi kain yang siap digunakan dalam pembuatan pakaian,” kata Sri Saptono.
Sri Saptono mengungkapkan ada beberapa keunggulan tekstil yang berbahan baku rumput laut. Di antaranya, pertama, ramah lingkungan sebab rumput laut tumbuh dengan cepat dan tidak memerlukan lahan subur atau pestisida. “Ini menjadikannya bahan baku yang sangat berkelanjutan,” katanya.
Kedua, biodegradable. Kain dari rumput laut dapat terurai secara alami, sehingga tidak menambah beban limbah tekstil di lingkungan. Ketiga, anti-bakteri dan hipoalergenik. Beberapa jenis rumput laut memiliki sifat anti-bakteri alami, sehingga membuat kain dari rumput laut cocok untuk pakaian dalam atau produk tekstil medis.
Keempat, regenerasi kulit. Serat dari rumput laut mengandung mineral dan vitamin yang dapat bermanfaat bagi kulit. Sehingga kain yang berbahan baku rumput laut dapat digunakan dalam produk kesehatan dan kecantikan.
Selanjutnya, kata Sri Saptono, penggunaan rumput laut sebagai bahan tekstil memberikan dampak positif, baik bagi lingkungan maupun masyarakat. Dengan beralih ke bahan yang lebih berkelanjutan, industri tekstil dapat mengurangi jejak karbon dan mengurangi ketergantungan pada serat sintetis yang berbasis minyak bumi. “Sehingga budidaya rumput laut dapat memberikan sumber pendapatan tambahan bagi komunitas pesisir dan meningkatkan perekonomian lokal,” tandas Sri Saptono.
Sementara Agus Taufiq mengatakan meskipun memiliki banyak keunggulan, penggunaan rumput laut sebagai bahan tekstil masih menghadapi beberapa tantangan. Di antaranya, pertama, biaya produksi yang masih relatif tinggi dibandingkan dengan serat konvensional.
Kedua, pengembangan teknologi untuk produksi massal yang efisien juga masih dalam tahap awal. “Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, diharapkan investasi dalam penelitian dan pengembangan akan terus bertambah,” kata Agus Taufiq yang didampingi Jerry Irgo, Humas FTI UII.
Menurut Agus Taufiq, rumput laut sebagai bahan tekstil merupakan inovasi yang menjanjikan dalam upaya menciptakan industri fashion yang lebih berkelanjutan. Berbagai keunggulan rumput laut, mulai dari ramah lingkungan hingga manfaat kesehatan, memiliki potensi besar untuk menjadi bahan utama dalam industri tekstil di masa depan.
Meskipun tantangan masih ada, namun Agus Taufiq optimis dengan kemajuan teknologi dan peningkatan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, rumput laut dapat menjadi salah satu solusi dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau bagi industri fashion. “Program Studi Rekayasa Tekstil, Program Sarjana FTI UII dan PT Sritex berencana akan melakukan diskusi lebih mendalam terkait rumput laut sebagai bahan tekstil,” tandas Agus Taufiq. (*)