Oleh : Wuri Rahmati MSc *)
MENURUT UNDANG-UNDANG Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang dimaksud disabilitas yaitu setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau sosial dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Ragam disabilitas meliputi disabilitas fisik, disabilitas sensorik, disabilitas mental dan disabilitas intelektual.
Penyandang disabilitas merupakan kekayaan keberagaman bangsa Indonesia yang memiliki hak-hak dasar seperti masyarakat lainnya dan salah satunya adalah hak politik. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjelaskan bahwa hak politik untuk penyandang disabilitas meliputi hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik, menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan, memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam pemilihan umum, membentuk, menjadi anggota, dan/atau pengurus organisasi masyarakat dan/atau partai politik, membentuk dan bergabung dalam organisasi penyandang disabilitas dan untuk mewakili penyandang disabilitas pada tingkat lokal, nasional, dan internasional, berperan serta secara aktif dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap dan/atau bagian penyelenggaraannya, memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain serta memperoleh pendidikan politik.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai penyelenggara Pemilu. Berdasar UU Nomor 8 tahun 2016 dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut maka penyandang disabilitas mempunyai hak untuk menjadi pemilih, peserta Pemilu dan penyelenggara Pemilu.
Pemenuhan hak politik penyandang disabilitas tersebut perlu memerhatikan keterbatasan yang dimiliki sesuai dengan ragamnya, mengedepankan prinsip kemudahan, keamanan, kenyamanan dan kualitas layanan dalam semua tahapan Pemilu. Kemudahan, keamanan, kenyamanan dan kualitas layanan ini tidak hanya berkaitan dengan fisik semata namun juga berkaitan dengan tata cara atau etika berkomunikasi penyelenggara Pemilu kepada penyandang disabilitas.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 selain menyediakan sarana prasarana yang aksesibel untuk disabilitas, penting juga untuk mempersiapkan sumberdaya manusia (SDM) penyelenggara Pemilu yang mampu berkomunikasi baik verbal maupun non verbal dengan penyandang disabilitas. Sehingga penting untuk mengembangkan SDM penyelenggara Pemilu yang memiliki kepekaan dan empati terhadap penyandang disabilitas berdasar keterbatasan yang dimiliki.
Penyelenggara Pemilu idealnya mampu memahami karakteristik umum dalam memberikan layanan sebagai wujud pemenuhan hak politik penyandang disabilitasnya. Adapun karakteristik penyelenggara Pemilu 2024 yang ramah disabilitas antara lain sebagai berikut :
- Disabilitas tuli berkomunikasi dengan melihat mimik muka maka saat berkomunikasi dengan disabilitas tuli, penyelenggara hendaknya memperlihatkan wajah, dan jika menggunakan masker hendaknya mengenakan masker transparan.
- Disabilitas tuli menanyakan informasi yang ingin diketahui melalui tulisan. Apabila penyelenggara Pemilu tidak ada yang dapat menggunakan bahasa isyarat atau tidak ada penterjemah bahasa isyarat sehingga perlu waktu lama sebab proses komunikasinya dilakukan dengan tulisan.
- Disabilitas tuli memerlukan ada alat peraga ketika penyelenggara Pemilu menyampaikan penjelasan tentang kepemiluan, menyampaikan sudah tiba gilirannya untuk masuk ke bilik suara. Misalnya, dengan tulisan dalam kertas yang kemudian ditunjukkan ketika sudah tiba waktunya masuk bilik suara. Akan lebih baik lagi apabila tersedia running text di TPS yang di dalamnya terdapat pemilih disabilitas tuli sehingga akan mengetahui apabila sudah sampai urutan atau gilirannya untuk menuju bilik suara.
- Disabilitas fisik membutuhkan tempat yang landai, tidak berundak-undak atau terjal karena bebatuan menuju lokasi kegiatan maupun lokasi TPS. Disabilitas fisik ada yang menggunakan kursi roda, tongkat penyangga, kaki atau tangan palsu dan lain-lain. Khusus yang menggunakan kursi roda membutuhkan ramp yaitu alur pengganti anak tangga yang memiliki bidang dengan lebar dan kemiringan tertentu, untuk memudahkan akses dengan tempat yang memiliki perbedaan
ketinggian bagi penyandang disabilitas fisik. - Disabilitas netra mengetahui kondisi sekitarnya dengan meraba atau menyentuh sehingga penyelenggara Pemilu hendaknya mengetahui bagaimana cara mengarahkan disabilitas netra menuju tempat acara atau kegiatan, misal, ke bilik suara yaitu dengan cara disabilitas berada di belakang penyelenggara Pemilu, kemudian menempatkan tangan disabilitas di bahu penyelenggara Pemilu, setelah itu penyelenggara Pemilu berjalan pelan-pelan menuju bilik suara.
- Sebagian disabilitas netra tidak dapat membaca huruf Braille sehingga peran pendamping sangat penting untuk membantu disabilitas melakukan pencoblosan surat suara sesuai dengan pilihan disabilitas tersebut.
- Disabilitas mental dan intelektual membutuhkan peran pendamping khusus dalam proses pendidikan pemilih, pendataan pemilih maupun pencoblosan surat suara.
Dengan keterbatasan yang dimiliki, sebagian disabilitas memerlukan pendamping pada saat menggunakan hak pilihnya. Oleh karena itu penting juga penyelenggara Pemilu untuk melakukan edukasi kepada pendamping terkait hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika mendampingi disabilitas menggunakan hak pilihnya di hari pemungutan suara.
Edukasi dilakukan jauh-jauh hari bukan pada saat disabilitas dan pendamping sudah berada di TPS untuk menggunakan hak pilihnya di tgl 14 Februari 2024. Penyelenggara Pemilu harus terus berupaya memberikan layanan dengan sepenuh hati yang berempati bukan sekedar rasa kasihan kepada penyandang disabilitas, tidak ada sedikitpun meremehkan atau memandang rendah atau sebaliknya memperlakukan berlebihan, tidak menganggap disabilitas merepotkan atau menyulitkan pelaksanaan tugas penyelenggara Pemilu.
Penyelenggara Pemilu juga harus terus berupaya menyampaikan pesan verbal dan non verbal dengan istilah yang mudah dipahami, sabar, tidak jutek dengan memahami karakteristik dan keterbatasan yang dimiliki setiap pemilih sesuai dengan ragam disabilitasnya.
Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 Kabupaten Bantul, jumlah pemilih penyandang disabilitas 6.860 orang dengan rincian disabilitas fisik 2.744 orang, disabilitas netra 656 orang, disabilitas rungu 251 orang, disabilitas wicara 669 orang, disabilitas mental 2.145 orang dan disabilitas intelektual 395 orang.
Melihat jumlah tersebut maka penting untuk melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada disabilitas berdasar ragamnya (fisik, intelektual, mental dan sensorik). Selain itu juga penting menyiapkan penyelenggara Pemilu yang mampu berkomunikasi verbal maupun non verbal dengan disabilitas secara baik melalui kegiatan pelatihan khusus layanan pemilih disabilitas untuk Pemilu 2024. (*)
*) Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Kabupaten Bantul Periode 2018-2023.