Strategi ‘Kraljic’s Portfolio Matrix’ Jamin UMKM Batik Dapatkan Bahan Baku Berkualitas

Rifandi
Rifandi Elfrianto dan Elisa Kusrini saat memberikan keterangan kepada wartawan secara virtual Rabu (28/12/2022). (foto : screenshotzoom/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Strategi pengadaan menggunakan Kraljic’s Portfolio Matrix dan Teknik Berpikir Lotus Blossom dapat menjamin pengusaha batik mendapatkan bahan baku batik berkualitas. Selain itu, juga pengiriman bahan baku yang tepat waktu membuat pengusaha batik dapat segera memenuhi pesanan pelanggan dan mendapatkan keuntungan.

Demikian hasil penelitian Rifandi Elfrianto Firmansyah, mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Program Magister Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII). Rifandi mengangkat judul penelitian ‘Perancangan Strategi Pengadaan pada UMKM Batik di Banyuwangi.’

Bacaan Lainnya

Dijelaskan Rifandi, Kraljic’s Portfolio Matrix merupakan alat strategis untuk mengidentifikasi dan meminimalkan risiko pasokan. Matrix ini terdiri dari empat kuadran yang memungkinkan perusahaan menentukan strategi pembelian yang optimal setiap jenis pembelian atau pengadaan bahan baku.

“Kuadran tersebut adalah strategi, leverange, bottleneck, dan non critical,” kata Rifandi yang didampingi Ir Winda Nur Cahyo, ST, MT, PhD, IPM, Ketua Program Studi Magister Teknik Industri, FTI UII dan Dr Ir Elisa Kusrini, MT, CPIM, CSCP, SCOR-P, Dosen Pembimbing dan Dosen Jurusan Teknik Industri FTI UII kepada wartawan secara virtual, Rabu (28/12/2022).

Kuadran Strategi, kata Rifandi, meliputi kerjasama, pemilihan pemasok bahan baku yang baik, manajemen stok. Kuadran Leverage di antaranya melakukan kontrak pembelian, mengekploitasi daya beli, dan teknik permintaan. Kuadran Bottleneck meliputi manajemen stok, fokus pada pemasok, dan strategi keselamatan. Kuadran Non-Critical meliputi meminimalisir pengeluaran, metode pembelian, dan evaluasi kualitas harga.

“Item pengadaan meliputi kain mori dan pewarna (kuadran strategi), canting cap dan servis alat (kuadran laverage), malam dan waterglass (kuadran bottleneck), dan kain semi sutra (kuadran non critical),” kata Rifandi.

Penelitian ini dilakukan pada 25 industri batik yang tergabung dalam Asosiasi Kuliner, Kaos, Kerajinan, Aksesoris dan Batik Banyuwangi (AKRAB). Banyuwangi memiliki 22 motif batik yang dikerjakan 25 pengusaha batik.

“Selama ini, para pengusaha batik di Banyuwangi membeli bahan baku mencari harga yang paling murah. Sehingga pasokan bahan baku tidak bisa konsisten, pengiriman terlambat, kualitas bahan baku juga tidak sesuai dengan standar. Namun dengan penelitian ini para pengusaha batik mulai terbuka dan merasakan keuntungannya,” kata Rifandi.

Sementara Elisa Kusrini mengatakan adanya penelitian ini dapat memperbaiki sistem pengadaan bagi pengusaha batik di Banyuwangi, Jawa Timur. Pengusaha dapat mematok standar dan diikat dengan sistem kontrak sehingga kualitas, ketepatan waktu pengiriman dapat terjamin. “Hasil penelitian ini tidak hanya diterapkan pada pengusaha batik Banyuwangi saja. Tetapi bisa diterapkan di UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang lain,” tandas Elisa Kusrini. (*)