Prof Winahyu Erwiningsih Guru Besar ke 40 UII

Prof Winahyu
Prof Winahyu Erwiningsih bersama suami. (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Prof Dr Winahyu Erwiningsih SH, MHum, Not, Dosen Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (UII) resmi menyandang gelar Guru Besar bidang Ilmu Hukum dan Agraria. Setelah menerima Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Mendikbudristek) Nomor 66873/M/07/2023.

Penyerahan SK Guru Besar dilakukan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Prof drh Aris Junaidi PhD kepada Rektor UII, Prof Fathul Wahid, ST, MT, PhD di Kampus UII, Jumat (5/1/2024). Selanjutnya, Rektor UII meneruskan kepada Prof Winahyu Erwiningsih.

Bacaan Lainnya

Prof Winahyu Erwiningsih merupakan dosen dengan penyandang gelar jabatan akademik profesor ke-13 di Fakultas Hukum serta ke-40 di Universitas Islam Indonesia. Sampai hari ini, UII mempunyai 40 profesor aktif yang lahir dari rahim sendiri.

“Selama 2023, UII mendapatkan 12 SK profesor. Ini menjadikan proporsi dosen dengan jabatan akademik profesor mencapai 5 persen (40 dari 790 orang). Persentase ini hampir dua kali lipat dibandingkan rata-rata nasional, yang baru 2,61 persen dari sekitar 311.000 dosen,” kata Fathul Wahid.

Saat ini, tambah Fathul Wahid, sebanyak 262 dosen UII berpendidikan doktor (33,2%). Sebanyak 67 berjabatan lektor kepala dan 116 lektor. Mereka semua (183 orang) tinggal selangkah lagi mencapai jabatan akademik profesor.

Menurut Fathul Wahid, sekarang merupakan masa panen dari benih yang sudah ditanam pada waktu lampau. Selain itu, juga berkat beberapa program percepatan yang didesain dengan mempertimbangkan etika tinggi. “Alhamdulilah membuahkan hasil. Capaian jabatan profesor bukan hanya merupakan prestasi personal, tetapi juga institusional karena meningkat profilnya,” kata Fathul Wahid.

Lebih lanjut Fathul Wahid mengatakan seorang profesor memiliki kewajiban fidusia (fiduciary duties). Istilah fidusia sering digunakan di bidang hukum yang merujuk kepada pengalihan hak kepemilikan sebuah benda.

“Hubungan fidusia juga mengandaikan ada penerima manfaat (beneficiaries) yang menjadi fokus. Hubungan ini juga dianggap sebagai sesuatu yang berbeda, lebih tinggi, lebih murni, daripada sekedar hubungan kontraktual,” katanya.

Rektor UII mengajak konsep fidusia diterapkan dalam konteks pendidikan tinggi. Sebab profesor dan secara luas dosen atau pendidik mempunyai hubungan fidusia dengan mahasiswa. Mahasiswa menaruh kepercayaan kepada para pendidik.

Di sini lain, kata Rektor, sebagai implikasi, para pendidik mempunyai kewajiban fidusia yang merupakan hutang kepada mahasiswa. Kewajiban ini termasuk di antaranya memberikan bimbingan kepada mahasiswa, memberikan pengajaran yang berkualitas, menyediakan lingkungan pendidikan yang bebas dari rundungan dan pelecehan seksual, dan membentuk lingkungan kelas yang memandang mahasiswa setara dan bebas dari favoritisme.

“Kehadiran para profesor diharapkan memberikan pencerahan kepada para mahasiswa. Peran ini sangat tidak mungkin diwakilkan, dan membutuhkan kehadiran dan interaksi langsung dengan mahasiswa. Tentu, ada pengorbanan di sini, dari sisi waktu dan energi,” harap Fathul Wahid. (*)