Media Sosial Jadi Senjata Mengubah Kebijakan

Rachel E Khan saat menjadi pembicara pada konferensi di UMY, Jumat (28/10/2016). (foto : istimewa)
Rachel E Khan saat menjadi pembicara pada konferensi di UMY, Jumat (28/10/2016). (foto : istimewa)
Rachel E Khan saat menjadi pembicara pada konferensi di UMY, Jumat (28/10/2016). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA — Perkembangan media sosial di Asia Tenggara mengalami kemajuan sangat pesat. Bahkan media sosial dapat digunakan sebagai senjata untuk mengubah kebijakan pemerintah atau memunculkan kebijakan baru.

Demikian diungkapkan Rachel E Khan pada peluncuran buku ‘Social Media as a Tool for Freedom of Expression: Southeast Asia’ di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat (28/10/2016). Peluncuran buku ini dilaksanakan bersamaan dengan Conference for Media and Communication yang berlangsung Kamis – Sabtu (27-29/10/2016).

Lebih lanjut Rachel E Khan mengatakan peluncuran buku tersebut terinspirasi dari perilaku pengguna media sosial di kawasan Asia Tenggara. Penggunaan social media yang secara luas juga disebut Rachel, kerap kali dapat menguatkan isu-isu politik tertentu. “Seperti contohnya pada tahun 2011 muncul isu support Arab Spring atau seperti Wall Street Movement,” jelas Rachel yang juga co editor buku tersebut.

Pengguna media sosial di Asia Tenggara mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pengguna di kawasan Jakarta sama dengan jumlah pengguna di Paris dan New York. “Namun beberapa negara di kawasan Asia Tenggara masih memiliki batasan-batasan atas penggunaan social media. Beberapa negara di Asia Tenggara, media sosialnya masih diatur pemerintah,” kata Rachel.

Media sosial, kata Rachel, memiliki kekuatan untuk ‘menggelar aksi’ yang bisa mengubah kebijakan atau membuat sebuah kebijakan baru. “Praktik ini biasanya dilakukan menggunakan hashtag activism. Contohnya seperti saat militer Thailand melarang masyarakatnya menggunakan media sosial secara luas, para netizen di Thailand memprotesnya dengan membuat hashtag di Twitter. Selain itu juga Malaysia saat hendak pemilihan umum membuat hashtag di twitter #bersih,” ujar Rachel.

Aksi yang digalakkan masyarakat di media sosial sangat beragam bentuknya. Selain postingan dan juga hashtag, dukungan ataupun protes juga dibuat dalam bentuk meme. “Banyak meme yang muncul ketika pemilihan umum. Bahkan komik meme Jokowi yang tersebar di social media membantu Jokowi dalam kampanye. Meme juga ada di negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara yang menyuarakan protes atau dibuat saat kampanye sebelum pemilihan pemimpin,” katanya.

Peran media sosial yang sangat luas, Asian Congress for Media and Communication (ACMC) merasa perlu menerbitkan buku. Ada sembilan judul buku dari analisa para penulis tentang penggunaan social media di kawasan Asia Tenggara. Buku tersebut hasil karya 12 penulis yang berasal dari Filipina, New Zealand, Malaysia dan Sri Langka.

Penulis : Heri Purwata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *