Mahkamah Agung RI Gandeng FIAI UII Seminarkan Pembaruan Hukum Islam

Kiri berpeciDr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag menerima cinderamata dari Dr. Muh. Roy Purwanto, S.Ag. M,Ag (foto: panit)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET  – Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) telah melakukan pembaruan Hukum Islam yang diterapkan di Indonesia. Dalam rangka sosialisasikan kepada para akademisi dan hakim di Indonesia, diadakan seminar nasional bertema Yurisprudensi Kamar Agama Dan Pembaruan Hukum Islam, bekerjasam dengan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Seminar nasional dilaksanakan luring dan daring, diikuti oleh dosen, mahasiswa, tendik UII juga para hakim dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk dari Papua.

Mahkamah Agung RI sejak 2018 bekerjasama dengan FIAI UII untuk kerjasama program, dan edukasi. Salah satunya implementasi kerjasama dengan penandatanganan MoA antara Ditjen Badilag MA RI dengan FIAI UII pada 29 Juni 2021 lalu.

Kesepakatan dalam kerjasama salah satunya berbentuk penyelenggaraan seminar nasional yang dilaksanakan Jumat,5 Desember 2023 di Gedung K.H.A Wahid Hasyim FIAI UII dengan narasumber dari Mahkamah Agung RI yaitu Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. Direktur Pembinaan Tenaga Teknis (Dirbinganis)  Ditjen Badilag MA RI.

Seminar nasional dibuka oleh Dr. Muh. Roy Purwanto, S.Ag. M,Ag, Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni FIAI UII.

“Seminar nasional bertema Yurisprudensi Kamar Agama Dan Pembaruan Hukum Islam merupakan bagian dari implementasi MoU antara FIAI UII dan Mahkamah Agung RI yang sudah berjalan menuju 4 tahun,” kata Roy Purwanto.

Lebih lengkap, Roy Purwanto menambahkan bahwa seminar nasional ini sekaligus silaturahmi, wujud menjaga kerjasama yang baik. Selain karena adanya pergantian pejabat struktural di lingkup program studi dan fakultas di FIAI UII, yang perlu dikenalkan kembali, dan menggali peluang kerjasama untuk peningkatan manfaat kedua belah pihak.

Hadir dari unsur Mahkamah Agung RI, Wakil Ketua dan Hakim Tinggi PTA Yogyakarta, Pimpinan dan Hakim Pengadilan Agama Sleman, Pengadilan Agama Yogyakarta, Pengadilan Agama Wates, Pengadilan Agama Bantul, dan Pengadilan Agama Wonosari. Dari UII hadir Kaprodi Hukum Islam Program Doktor Anisah Budiwati, S.H.I., M.S.I, dan Dzulkifli Hadi Imawan, Lc., M.Kom.I., Ph.D., Kaprodi Ilmu Agama Islam Program Magister, beserta mahasiswa program sarjana, magister dan doktor.

Dalam presentasi pembuka, narasumber seminar Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag, menyebutkan posisi strategis kerjasama.
”Kerjasama antara MA RI dan UII ini cukup panjang, cukup lama. Bahkan Ketua Ikatan Keluarga Alumni UII adalah beliau yang mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia,”

Dilanjutkan denganmateri pokok seminar, Dr.Candra menggambarkan fungsi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
”Mahkamah Agung merupakan puncak kekuasan tertinggi dalam peradilan, memiliki tugas dan fungsi sesuai perundang-undangan, salah satunya pembinaan dan pengawasan peradilan. Pembinaan dan pengawasan terhadap peradilan-peradilan di bawahnya menyangkut teknis yudisial dan administrasi finansial. Terhadap teknis yudisial ada 2 pola yang diterapkan di Mahkamah Agung. Pola pertama dengan sistem kamar, sejak 2011 sampai sekarang,”jelas Dr. Chandra.

Imbuhnya, fungsi yurisprudensi adalah untuk menegakkan adanya standar hukum yang sama dalam kasus atau perkara yang sama atau serupa, karena UU tidak atau tidak jelas mengatur hal itu. Selain itu untuk menciptakan kepastian hukum di masyarakat dengan adanya standar hukum yg sama, juga menciptakan adanya kesamaan hukum serta sifat dapat diperkirakan pemecahan hukumnya. Adalagi fungsinya untuk mencegah kemungkinan terjadinya disparitas perbedaan dalam berbagai putusan hakim pada kasus yang sama, sehingga jika terjadi perbedaan putusan antara hakim yang satu dan yang lain dalam kasus yang sama, perbedaan putusan itu tidak sampai menimbulkan disparitas, tetapi hanya bercorak sebagai variabel secara kasuistis, juga manifestasi dari penemuan hukum.

Lebih lengkap dijelaskan, dasar hukum yurisprudensi salah satunya bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya, hal ini sesuai pasal 10 pasal 1 UU 48 tahun 2009. Juga perntingnya memperhatikan bahwa dalam metodologi hukum Islam, yurisprudensi lebih dekat kepada konsep ijma’ yaitu konsensus para ahli hukum Islam tentang suatu masalah yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menyelesaikan kasus yang sama. (IPK)