Puisi UIISoreNyastra #2 : Timun Salah karena Mau Dicuri Kancil

Ipan Pranashakti
Ipan Pranashakti saat membacakan puisinya di UIISoreNyastra #2 , Kamis (14/12/2023). (foto : heri purwata)

Kenapa penguasa makin ahli merangkai cerita, merenda sandiwara,
Kenapa penguasa sibuk menyusun drama, seakan negara baik-baik saja,
Kenapa tokoh politik berlomba-lomba memanipulasi fakta seakan termulia,
Sehingga kisah kancil nyolong timun, yang bersalah timunnya.

Itu penggalan puisi karya Ipan Pranashakti, Tenaga Kependidikan (Tendik) Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Puisi tersebut dibacakan pada UIISoreNyastra #2 di selasar utara Gedung Perpustakaan Moh Hatta, Kamis (14/12/2023).

Bacaan Lainnya

Puisi karya Ipan Pranashakti merupakan satu dari 38 puisi yang dibacakan pada UIISoreNyastra #2 yang mengangkat tema ‘Senja Kala Demokrasi Indonesia.’ Puisi tersebut merupakan karya mahasiswa, dosen, rektor dan tenaga kependidikan (Tendik).

Tampaknya, Ipan melalui puisinya mengungkapkan rasa keprihatinannya atas demokrasi di Indonesia yang semakin vulgar mempermainkan hukum. Bahkan di akhir puisinya, Ipan mengilustrasikan tentang Kisah Kancil Nyolong Timun. Dengan nalar yang waras, tentu mereka yang mendengar cerita Kancil Nyolong Timun akan menyalahkan kancil. Tetapi dalam puisi tersebut, Ipan Pranashakti justru menyalahkan timunnya.

Berikut puisi lengkap Ipan Pranashakti :

Gerhana Demokrasi

Menggenggam luka berdarah, bernanah, Pahlawan Kemerdekaan RI
Terantuk meja, mengantuk di sela menulis ajakan mengusir penjajah
Jelaga api perjuangan membatu jadi pahatan sejarah negara demokrasi

Tapi, kini demokrasi surut dalam genggaman tangan dingin oligarki
Tapi, kini aspirasi dihunjamkan ke perut bumi, tenggelam, terbenam
Tapi, kini rakyatku meredam tangis, suara teriakannya terpenggal
Tapi, kini mahasiswa berwajah gelap, dipaksa gerhana, lemah tak beraksi
Sehingga suaranya tak lebih dari jeritan seekor semut yang tertimbun gula

Menoreh luka dari kebengisan penguasa bertopeng, bertopi wahai Pejuang Demokrasi RI
Batinnya bersandar pada mega duka, sekuat tangis tak henti mengadu kepada Maha Pencipta
Gemericik keringat bercampur air mata, menahan seribu duka rakyat tak boleh bersuara

Kenapa penguasa makin ahli merangkai cerita, merenda sandiwara
Kenapa penguasa sibuk menyusun drama, seakan negara baik-baik saja
Kenapa tokoh politik berlomba-lomba memanipulasi fakta seakan termulia
Sehingga kisah kancil nyolong timun, yang bersalah timunnya. (*)