IFIP Jembatan Negara Berkembang untuk Kejar Ketertinggalan

Salah seorang peserta konferensi IFID sedang mempresentasikan papernya di Yogyakarta, Rabu (24/5/2017). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA — Kecepatan mengakses teknologi informasi dan komunikasi (TIK) antara masyarakat negara maju dan negara-negara berkembang masih sangat timpang. Infrastruktur TIK di negara-negara berkembang yang masih minim membuat masyarakatnya mengalami ketertinggalan.

Working Group 9.4 of the International Federation of Information Processing (IFIP) berupaya untuk mengurangi kesenjangan. Di antaranya, melalui pengumpulan pengalaman tentang TIK dari negara maju, kemudian memberikan dan mendesiminasikan pengalaman tersebut ke negara-negara berkembang.

Bacaan Lainnya

Demikian diungkapkan Fathul Wahid, Ketua Panitia IFID ke 14 di sela-sela konferensi yang dilaksanakan di Yogyakarta, Senin-Rabu (22-24/5/2017). Konferensi ini diikuti 150 peserta yang berasal dari 31 negara di antara Indonesia, India, Mesir, Kuba, Thailand, Pakistan, Nigeria, Brazil, Nepal, Jamaica, Sri Lanka, dan lain-lain.

Peserta konferensi, lanjut Fathul, terdiri dari berbagai kalangan masyarakat dari negara-negara maju. Di antaranya, akademisi, birokrat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan konsultan. “Diharapkan mereka bisa mendesiminasi TIK tepat guna dengan mempengaruhi pengambil kebijakan di masing-masing negara berkembang,” kata Fathul.

Dijelaskan Fathul, materi yang dibahas dalam konferensi ini bukan TIK yang tinggi dan rumit. Melainkan teknologi tepat guna yang sudah diterapkan di negara maju, kemudian diadopsi untuk diterapkan di negara-negara berkembang. “Untuk menerapkannya, tidak langsung ditempel, tetapi ada modifikasi sesuai dengan kondisi masyarakat negara tujuan. Jadi ditekankan pada TIK dalam kontek,” tandasnya.

Fathul mencontohkan, misalnya TIK yang dimaksudkan untuk memberdayakan perempuan. Salah satunya, wanita yang sedang hamil membutuhkan pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan nutrisi apa saja yang harus dipenuhi agar janin yang dikandungnya sehat. “Di negara yang informasinya masih terbatas, hal seperti ini menjadi penting,” katanya.

Agar bisa terdesiminasi dengan cepat, dibutuhkan keterlibatan dari profesional, pembuat kebijakan publik di negara berkembang. Karena itu, Working Group 9.4 IFID melibatkan para stakeholder dan key persons dari negara-negara peserta. “Mendesiminasi sebuah program membutuhkan proses yang cukup panjang dan membutuhkan waktu lama,” ujarnya.

Penulis : Heri Purwata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *