IAIN Salatiga Gelar ICONIS 2018

Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin saat menjadi nara sumber pada ICONIS di IAIN Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (1/8/2018). (foto : istimewa)

SALATIGA, JOGPAPER.NET — Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga menggelar International Conference on Islam and Muslim Societies (ICONIS) 2018, Rabu-Kamis (1-2/8/2018). ICONIS yang mengangkat tema ‘Being Muslim in a Disrupted Millenial Age’ menghadirkan mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Direktur Pascasarjana IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyudin Badawi, M.Ag, mengatakan penyelenggaraan ICONIS 2018 sebagai upaya untuk mewujudkan visi Program Pascasarjana IAIN Salatiga menjadi salah satu “Pusat Rujukan Studi Islam” di Jawa Tengah dan Indonesia. “Kami terus bekerja keras sesuai road map untuk meraih milestones visi tersebut,” kata Prof Zakiyudin saat membuka acara ini di Salatiga, Rabu (1/8/2018).

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Zakiyudin menjelaskan ICONIS merupakan program tahunan yang akan secara kontinyu digelar Program Pascasarjana IAIN Salatiga. Konferensi ini sebagai ajang temu para sarjana dari berbagai bidang ilmu-ilmu sosial dan humanities yang memiliki kepedulian terhadap kajian-kajian keislaman.

Program Pascasarjana, kata Zakiyudin, akan memperoleh manfaat dari konferensi ini sebagai wahana untuk membangun jaringan kolaboratif antarperguruan tinggi. Selain itu, untuk menjaring artikel-artikel berkualitas bagi penerbitan Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies (IJIMS).

“Atas berkat rahmat Allah dan bekerja secara sistematis jurnal ini telah terindeks Scopus sejak 13 Agustus 2017, dan terindeks Scimago Journal Ranking (SJR) pada 9 bulan berikutnya, tepat Juni 2018,” tandas Zaki.

Konferensi ini digelar berdasarkan adanya tantangan bagi generasi dan menghadapi era millenial. Hal ini ditandai 2020-2030, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi.

Menurut prediksi Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, pada dekade tersebut, sebanyak 70 persen warga Indonesia berada di usia produktif, yaitu antara 15 hingga 64 tahun. Hanya 30 persen saja yang berusia tidak produktif, yakni 14 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas.

Tentu saja, kata Zaki, bonus demografi berdampak pada meningkatnya jumlah generasi muda, atau secara lebih khusus, generasi milenilal. Dengan potensi yang demikian besar, kaum muda Muslim Indonesia diberikan pilihan: Membiarkan narasi kebencian itu memperluas ruang geraknya, atau menghadirkan narasi tandingan, melalui viralisasi kebajikan ala generasi milenial.

“Kami berharap pada tahun-tahun mendatang konferensi ini dapat diakses dan diikuti oleh lebih banyak sarjana dari mancanegara sehingga memiliki resonansi yang kuat atas isu-isu yang didiskusikan,” terangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *