Dosen UGM Kembangkan Aplikasi Anti Doping Bagi Atlet

Medali Emas
hand of a woman raising an Olympic gold medal in victory

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Dr rer nat apt Arko Jatmiko Wicaksono, MSc dan tim dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM) mengembangkan aplikasi anti doping bagi atlet. Pengembangan aplikasi Skrining Doping ini diilhami banyaknya produk obat dan suplemen kesehatan teregistrasi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mengandung senyawa doping yang beredar bebas di masyarakat.

Pengembangan aplikasi Skrining Doping ini bekerjasama dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia – Daerah Istimewa Yogyakarta (KONI DIY) serta beberapa mahasiswa Universitas Teknologi Digital Indonesia (UTDI). Selain itu, didukung oleh Lembaga IADO (Indonesian Anti-Doping Organization) yang berkedudukan langsung dibawah Kementrian Pemuda dan Olahraga.

Bacaan Lainnya

“Aplikasi ini bisa membantu para atlet, pelatih, tim paramedis, dokter, apoteker dan ners dalam mengambil keputusan apakah suatu obat atau suplemen kesehatan boleh dikonsumsi oleh atlet atau tidak. Kita ingin para atlet dapat terhindar dari ketidaksengajaan mengkonsumsi doping,” kata Arko Jatmiko Wicaksono kepada wartawan di Kampus UGM, Jumat (16/2/2024).

Dijelaskan Arko Jatmiko yang juga peneliti Pusat Kedokteran Herbal UGM, saat ini ada lebih dari 2.500 produk obat dan suplemen kesehatan teregistrasi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang diduga mengandung senyawa doping. Karena itu, bagi atlet harus berhati-hati mengonsumsi obat dan suplemen kesehatan agar tidak terdiskualifikasi saat berlaga di berbagai kejuaraan.

Lebih lanjut Arko Jatmiko mengatakan selain itu masih ditemukan suplemen tak teregistrasi BPOM beredar secara luas dan mudah dibeli justru melalui online shop. Arko menyebutkan salah satu produk obat yang memiliki kandungan senyawa pseudoephedrine merupakan senyawa doping.

“Senyawa tersebut sebagai alkaloid, agen simpatomimetik, yang umumnya digunakan sebagai dekongestan yang biasanya untuk meringankan gejala hidung tersumbat pada kondisi terserang flu,” kata Arko Jatmiko.

Kemudian sejak Januari 2024, tambah Arko, setidaknya terdapat 318 jenis produk obat teregistrasi BPOM yang mengandung senyawa pseudoephedrine. “Bagi non-Atlet, senyawa tersebut boleh saja dikonsumsi untuk mengatasi gejala flu. Namun bagi Atlet, penggunaan obat-obatan tersebut sangat diatur bahkan cenderung dilarang oleh WADA (World Anti-Doping Agency),” kata Arko.

Menurut Arko, bukan hanya senyawa pseudoephedrine saja yang pemakaiannya diatur atau bahkan cenderung dilarang oleh WADA. Namun ada dari lebih dari 400 jenis senyawa doping yang masuk dalam daftar terlarang. “Untuk satu jenis senyawa doping, bisa terkandung dalam belasan hingga ratusan produk obat,” kata Arko.

Untuk mencegah atlet agar tidak mengkonsumsi senyawa yang dikategori doping, Arko bersama dua orang mahasiswa S1 Kedokteran UGM, Santi Andriyani dan Christopher William, melakukan pemetaan produk-produk obat dan suplemen kesehatan mengandung senyawa doping yang beredar di Indonesia. Selanjutnya, seluruh daftar produk obat dan suplemen mengandung senyawa doping dikonversi menjadi semacam katalog-pencarian online berbasis website. (*)