Teknologi Deepfakes Bisa Jadi Senjata ‘Perang’ Kontestan Pemilu 2024

Yudi Prayudi
Dr Yudi Prayudi, Pakar Digital Forensik UII Yogyakarta. (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pakar Digital Forensik Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Yudi Prayudi, M Kom mengingatkan teknologi deepfakes dapat digunakan sebagai senjata merusak reputasi Kontestan Pemilu 2024 dan Bacapres/Bawacapres. Konten deepfakes potensial dalam kampanye bisa berupa rekaman suara palsu dari kandidat, video manipulasi yang menunjukkan perilaku tidak pantas, atau bahkan wawancara palsu dengan tokoh-tokoh tertentu untuk mendukung salah satu kandidat.

Yudi Prayudi yang juga Kepala Pusat Studi Forensika Digital mengemukakan hal tersebut dalam rilis yang dikirim ke redaksi, Selasa (31/10/2023). Deepfake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menciptakan video, audio, atau gambar palsu yang tampak sangat nyata.

Bacaan Lainnya

Menurut Yudi Prayudi era digital saat ini, teknologi telah mengubah cara manusia berkomunikasi, berinteraksi, dan bahkan bagaimana warga masyarakat memahami realitas. Salah satu perkembangan teknologi yang paling mengkhawatirkan adalah kemunculan deepfakes.

Deepfakes, tambah Yudi Prayudi, dapat menggabungkan atau menggantikan wajah dan suara seseorang dalam video dengan wajah dan suara orang lain dengan sangat halus, sehingga orang awam sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.

Menurut DeepMedia, kata Yudi, sebuah perusahaan AI, sejak awal tahun 2023 tercatat sekitar 500.000 konten deepfakes video yang dibagikan dalam berbagai situs media sosial. Sedang deepfakes audio diyakini tiga kali lebih banyak yang telah diposting melalui media sosial.

Lebih lanjut Yudi menjelaskan dalam konteks pesta demokrasi Pemilu dan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden, deepfakes dapat membawa dampak yang sangat merugikan. “Teknik ini memungkinkan pembuatan video atau audio palsu yang seolah tampak sangat nyata, namun dapat digunakan sebagai alat disinformasi atau hoax,” kata Yudi.

Pesta Demokrasi Pemilu dan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden merupakan momen krusial bagi setiap negara. Momen tersebut adalah momen penting saat setiap warga negara membuat keputusan penting tentang bagaimana masa depan mereka.

Namun, dalam era digital saat ini, khususnya untuk kampanye pemilihan Presiden bukan lagi hanya soal debat tentang ide dan visi misi. Teknologi komputer, khususnya deepfakes, telah menjadi medan perang informasi yang berpotensi untuk merusak integritas dari rangkaian pemilihan Presiden.

Deepfakes bisa digunakan untuk membuat video atau rekaman suara palsu dari kandidat Capres/Cawapres yang menyatakan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka katakan. Hal ini dapat digunakan untuk merusak reputasi Capres/Cawapres atau mempengaruhi opini publik terhadap kandidat tersebut.

“Deepfake dapat digunakan untuk menciptakan narasi palsu atau cerita yang mendukung agenda politik tertentu, yang dapat mempengaruhi persepsi publik tentang isu-isu yang diusung oleh Capres/Cawapres,” jelas Yudi Prayudi.

Salah satu yang dikhawatirkan dari penyebaran deepfakes video ataupun audio adalah dari kesan pertama yang ditangkap oleh masyarakat ketika mendapatkan video atau audio hasil deepfake.

Menurut Yudi Prayudi, meskipun video atau audio itu cepat dibantah, diklarifikasi kebenaran, ditarik atau bahkan dihapus, namun konten video dan audio tersebut telah terlanjur tersebar di masyarakat. Sekian banyak orang telah melihat video dan mendengar audio tersebut akan begitu terkesan, kesan pertama dari video/audio tersebut tidak bisa dihilangkan. Bagi sebagian orang kesan pertama sulit dihilangkan dari memorinya.

“Konten deepfakes potensial lain yang mungkin muncul dalam kampanye bisa berupa rekaman suara palsu dari kandidat, video manipulasi yang menunjukkan perilaku tidak pantas, atau bahkan wawancara palsu dengan tokoh tokoh tertentu untuk mendukung salah satu kandidat,” katanya. (*)