SENYUM LEBAR, tampak tersungging di wajah Ahmad Padhil setelah dinyatakan lulus pada ujian tertutup desertasinya. Kegundahan hati yang selama ini tersimpan di hati sepertinya terlepas dan hanya menyisakan rasa kegembiraan.
“Alhamdulillah, saya merasa sangat terhormat dan bersyukur. Menjadi calon lulusan pertama Program Doktor Rekayasa Industri UII membawa kebanggaan pribadi sekaligus tanggung jawab besar. Karena apa yang saya capai ini semoga bisa membuka jalan dan menjadi inspirasi bagi kawan‑kawan yang mengikuti jejak di program ini,” kata Ahmad Padhil di Yogyakarta, Selasa (6/5/2025).
Ahmad Padhil merupakan Mahasiswa Program Studi (Prodi) Rekayasa Industri, Program Doktor, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia ( FTI UII) Yogyakarta. Ahmad Padhil, dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini menjadi peraih gelar doktor perdana di Prodi Doktor Rekayasa Industri (DRI) UII.
Ahmad Padhil mengangkat judul desertasi ‘Pengembangan Model Strategi Pencegahan dan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia.’ Desertasi tersebut dapat dipertahankan di depan tujuh tim penguji dan dinyatakan lulus pada ujian tertutup, Rabu (30/4/2025).
Ahmad Padhil menjelaskan untuk menyelesaikan Prodi DRI UII butuh perjuangan yang tiada henti atau konsisten. Pada awal perkuliahan, Ahmad Padhil terpaksa menjual sebagian kecil asetnya untuk menjaga kelancaran penelitiannya. Sebab Ahmad Padhil dalam menempuh kuliah S3 ini tidak mendapatkan beasiswa.
“Aset tersebut adalah sepeda motor second‑hand saya. Keputusan ini sulit karena sepeda motor itu moda utama saya dalam menjalankan tugasnya. Tetapi terpaksa saya jual demi memastikan kelancaran awal perkulihan dan riset berjalan tanpa hambatan,” kata Padhil.
Kesulitan biaya selama mengikuti kuliah juga berkurang dengan adanya fasilitas dari Prodi DRI UII. Selama tinggal di Yogyakarta, Ahmad Padhil mendapatkan Ruang Mukim yang ada di Kampus Fakultas Teknologi Industri (FTI) UII. “Tinggal di Ruang Mukim FTI UII, sangat membantu, bukan hanya karena biaya yang jauh lebih ringan. Tetapi juga karena fasilitas yang tersedia mendukung produktivitas sehari‑hari,” kata Padhil.
Selain itu, tambah Padhil, Ruang Mukim dilengkapi dengan dapur mini bersama, lengkap dengan kompor induksi, dan rak bahan kering. Setiap pagi siang dan malam, Padhil bisa menggunakan fasilitas yang disediakan Prodi DRI tersebut.
“Logistik ‘on‑demand’ :kampus menyediakan logistisk seperti kopi, susu dan makanan ringan dengan olahan sederhana dengan dispenser air minum dan kopi sachet gratis. Sehingga ide-ide kecil sering muncul sambil menyeruput minuman hangat,” katanya.
Sedang Ruang Diskusi, kata Padhil, dilengkapi dengan layar televisi, whiteboard dan koneksi internet cepat. Fasilitas tersebut memudahkan Padhil mengadakan FGD (Focus Group Discussion) singkat bersama sesama mahasiswa doktoral. “Semua fasilitas ini menjadikan Ruang Mukim bukan hanya tempat tinggal, tetapi ‘rumah kedua,’ tempat saya meneliti, berkolaborasi, dan pulih dari lelah,” ujarnya.
Saat ditanya tentang suka dan duka tinggal di Ruang Mukim, Ahmad Padhil mengaku semua suka. “Dukanya, jauh dari keluarga, rindu momen bersama orang tua dan pasangan, sesekali telepon singkat jadi obat kangen,” katanya.
Meskipun mendapatkan fasilitas yang bagus, Ahmad Padhil tetap menjaga semangat belajar dan menuntaskan tugas agar cepat menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar Doktor. Berkat semangat tersebut, Padhil dapat menyelesaikan studinya hanya dalam waktu 2,5 tahun. Bahkan berkat fasilitas Ruang Mukim, Padhil juga memiliki pengalaman kolaborasi global yang kuat serta berbagai karya akademik.
Menurut Ahmad Padhil, prestasi tersebut berhasil diraih berkat menjaga konsistensi dan pengaturan waktu yang ketat. “Menuntaskan S3 di DRI UII mengajarkan saya arti konsistensi dan pengelolaan waktu. Manajemen waktu ketat, membagi antara penelitian, mengajar, dan revisi disertasi,” jelas Padhil.
Penelitian desertasi Ahmad Padhil didasari kesenjangan penegangan keselamatan kerja pada sektor formal dan informal. Sektor informal didominasi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Kebaruan penelitian penelitian ini terletak pada adanya model adaptif terhadap penanganan K3 di UMKM yang sangat heterogen karena berbasis Management Task dengan mengkombinasikan pendekatan Makroergonomi dan Human Factor Analysis and Classification (HFACS). Makroergonomi melihat sebagai kebutuhan organisasi dan HFACS sebagai Management Task untuk menghasilkan prevention dan protection terhadap pekerja di UMKM.
Kata Padhil, kontribusi unik dari model ini dapat di adaptasi sektor informal, khususnya UMKM untuk melakukan perlindungan terhadap tenaga kerja dengan memberdayakan komponen organisasi sendiri. Dampak implemtasi secara perbadingan teoritis telah dilakukan dengan menggunakan Triangulasi teori. Secara Expert (Ahli), pemangku kepentingan di sektor K3 telah memberikan pendapat bahwa model ini sangat adaptif untuk kebutuhan UMKM. Penerapan dalam jangka waktu dekat akan dibuatkan panduan pelaksaan model ini agar dapat dilakukakn hilirisasi secara cepat.
“Sebagai Promevendus UII secara umum dan DRI secara khusus telah hadir membuka ruan ruang yang terbatas bagi saya pribadi untuk terus mengembangkan diri. Selain itu pendekatan humanis yang diberikan membuat semua langkah yang kami rasa berat menjadi mudah,” katanya.
Ahmad Padhil mengucapkan terima kasih, karena sampai ujian tertutup dirinya mendapatkan kesempatan belajar dengan mengadirkan penguji sesuai dengan tema desertasinya. Sehingga masukan tim penguji dapat memperkaya dan memperbaiki apa yang telah dituliskan, baik dari internal maupun external
“Ucapan terima kasih kepada Pemipinan Sidang dan Sekertaris yang memimpin sidang dengan tepat secara waktu, cermat secara metode. Kepada Tim Promotor dengan bangga kami ucapkan ‘I am UII’,” kata Padhil. (*)