PUSFID UII dan APH Bengkulu Praktek Tangani Barang Bukti Elektronik

Yudi Prayudi melakukan diskusi informal dengan APH Bengkulu di Kantor Kejaksaan Negeri Bengkulu, Kamis (12/6/2025). (foto : istimewa)
Yudi Prayudi melakukan diskusi informal dengan APH Bengkulu di Kantor Kejaksaan Negeri Bengkulu, Kamis (12/6/2025). (foto : istimewa)

BENGKULU, JOGPAPER.NET — Kepala Pusat Studi Forensika Digital Universitas Islam Indonesia (PUSFID UII), Dr Yudi Prayudi, MKom dan Aparat Penegak Hukum (APH) Bengkulu melakukan praktik terbaik penanganan barang bukti elektronik. Praktek terbaik ini khusus menangani barang bukti elektronik pasca putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Praktik terbaik penanganan barang bukti elektronik pasca putusan inkracht van gewijsde ini dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan secara Daring (dalam jaringan) melalui Zoom meeting, Rabu (11/6/2025), bersama jajaran jaksa dan staf dari Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Sedang tahap kedua dilakukan secara Luring (luar jaringan), Kamis (12/6/2025) di Kantor Kejaksaan Negeri Bengkulu dalam bentuk diskusi informal.

Bacaan Lainnya

Pada Luring berupa diskusi informal yang dihadiri Marjek Ravilo, SH, MH, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Bidang Barang Bukti (Kasie PAPBB) Kejari Bengkulu; Kurnia Ramadhan, SH, hakim dari Pengadilan Negeri wilayah Bengkulu yang juga merupakan mahasiswa Program Magister Forensik Digital di Telkom University; serta staf PAPBB Kejari Bengkulu, Sis dan Hamzah.

Diskusi berlangsung terbuka dan produktif, membahas berbagai tantangan hukum dan teknis terkait pengelolaan barang bukti elektronik. Topik yang disoroti mencakup kebutuhan akan tata kelola bukti elektronik pasca inkracht, penyimpanan jangka panjang, keamanan data, hingga prosedur pemusnahan atau pemanfaatan kembali barang bukti elektronik.

Yudi Prayudi menjelaskan ada dua jenis bukti elektronik yang memerlukan perhatian. Pertama, bukti fisik elektronik yang disita langsung oleh penyidik. Kedua, bukti digital hasil akuisisi atau disk imaging yang terdiri dari original copy, working copy, dan rekaman teknis dari laboratorium forensik.

“Selama ini, fokus penyitaan dan pengelolaan lebih banyak tertuju pada aspek fisik. Sementara pengelolaan terhadap original copy, working copy, dan rekaman teknis masih minim perhatian,” kata Yudi Prayudi.

Yudi Prayudi bersama APH Bengkulu. (foto : istimewa)

Menurut Yudi Prayudi, ketiadaan aturan dan prosedur yang spesifik menjadi salah satu akar persoalan. Mengingat volume barang bukti elektronik cenderung meningkat tiap tahun, keberadaan pedoman tata kelola yang baku menjadi sangat urgen. Sehingga riset mengenai tata kelola bukti elektronik pasca inkrah akan menjadi pintu masuk bagi lahirnya rekomendasi kebijakan dan solusi teknis yang relevan.

Yudi Prayudi yang mendalami pengelolaan bukti elektronik dan chain of custody, juga memaparkan sejumlah kajian akademik awal kepada peserta diskusi. Di antaranya, tantangan dari tahap awal olah tempat kejadian perkara (TKP) hingga proses penyelesaian perkara di pengadilan.

Yudi menambahkan, diskusi ini penting untuk menjembatani praktik penanganan bukti elektronik dan forensika digital dengan kebutuhan riil lembaga penegak hukum. Temuan barang bukti di lapangan menjadi bahan berharga untuk pengembangan riset, penyusunan model framework, dan prosedur standar — khususnya bagi mahasiswa magister yang tengah menyusun tesis dengan fokus pada solusi komprehensif di bidang ini.

“Hasil dari dua tahap diskusi ini akan menjadi rujukan utama dalam penyusunan kajian akademik di Program Magister Forensik Digital Telkom University, serta menjadi bagian dari roadmap penelitian PUSFID UII. Upaya ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat tata kelola penanganan bukti elektronik di lingkungan kepolisian, kejaksaan, dan peradilan,” harap Yudi Prayudi. (*) .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *