Rekonstruksi Ketahanan Keluarga di Era Kebiasaan Baru

Seminar Rekonstruksi Ketahanan Keluarga di Era Kebiasaan Baru pada milad MIAI dan DHI FIAI UII, Kamis (8/10/2020). (foto : screenshot/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat dunia. Karena itu, keluarga yang merupakan lembaga terkecil di masyarakat harus merekonstruksi diri agar ketahanannya tetap terjaga di era kebiasaan baru.

Itulah tema seminar dan temu alumni Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Agama Islam (MIAI) dan Doktor Hukum Isla (DHI), Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII), Kamis (8/10/2020). Seminar yang dilaksanakan secara virtual atau dalam jaringan (Daring) ini dimaksudkan untuk memperingati miladi ke 23 Prodi MIAI dan 11 DHI.

Bacaan Lainnya

Seminar menampilkan empat pembicara yaitu Dr (Cand) Ahmad Arifai MSi (Dosen STIT-Raudhatul Ulum Sakatiga Ogan Ilir Sumsel); Mustafid SSy, MH (Dosen STAI Al Azhar Pekanbaru); Selamat Mulladi SE, ME (Dosen STEI Hamzar, Lombok Timur); dan Dr Hj Umi Kulsum (Ketua Pengadilan Agama Kepulauan Bangka Belitung). Sedang moderator Januariansyah Arfaizar (Ketua Forum Mahasiswa Prodi DHI FIAI UII) dan host Moh Rizki (alumni Hukum Islam Prodi MIAI FIAI UII).

Menurut Ketua Prodi DHI, Dr Drs Yusdani MAg, seminar dan temu alumni ini dalam rangka menggali gagasan dan masukan dari alumni. Selanjutnya, masukan tersebut akan digunakan untuk pengembangan Prodi MIAI dan DHI.

“Selain itu, acara ini juga untuk menjalin silaturahmi dan kerjasama dengan para alumni baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Demikian pula diharapkan silaturrahmi berguna sebagai media promosi lembaga.

Menurut Mustafid masa pandemi ini merupakan masa sulit bagi setiap keluarga, dampaknya sungguh luar biasa. Wabah ini telah membuat guncangan terhadap keluarga. Di antaranya, meningkatnya angka pendaftaran perceraian di Pengadilan Agama.

“Melihat realitas di masyarakat, perlu dibahas bagaimana cara meningkatkan ketahanan keluarga dalam lingkaran hukum Islam pada kehidupan baru. Sehingga tidak bertambah atau membludaknya perceraian di Indonesia,” kata Mustafid.

Sedang Selamat Mulladi menyoroti bagaimana mengelola keuangan keluarga agar bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ia mengusulkan perlu ada perencanaan keuangan keluarga, aktualisasi kebutuhan, dan pengawasan.

Ahmad Arifai menyoroti tentang pendidikan. Di masa pandemi, pendidikan Islam tidak boleh berhenti. Menurutnya, pendidikan Islam merupakan proses menanamkan akhlak yang mulia pada jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasehat. Sehingga akhlak itu menjadi suatu kemampuan jiwanya, kemudian buahnya berujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kebaikan.

Tujuan pendidikan Islam,lanjut Ahmad Arifai, pertana, membentuk muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah SWT. Kedua, menggapai tujuan keduniaan (Al Ghardud Dunyawi) yaitu faktor prosperty (kesejahteraan) hidup dunia yang menjadi orientasinya dengan nilai orientasi Islami. “Itu tujuan pendidikan Islam yang tidak kosong dari nilai ketuhanan dan kemanusiaan,” kata Ahmad Arifai.

Sementara Umi Kulsum mengatakan selama ini masyarakat memahami keluarga sakinah merupakan tujuan akhir perkawinan. Keluarga sakinah adalah suatu keluarga yang dalam kehidupan rumah tangganya merasakan tentram, rukun dan damai serta mampu memenuhi kebutuhannya secara layak dan seimbang, baik duniawi dan ukhrowi.

“Dalam maqosid syariah, keluarga sakinah bukan tujuan akhir tetapi tujuan antara. Setelah sakinah, keluarga muslim wajib melaksanakan tugas-tugas sebagai khalifah (Al Baqarah:30). Kesakinahan merupakan modal untuk melaksanakan tugas besar kehidupan,” kata Umi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *