Kajian Fisiologi Tingkatkan Produktivitas Tumbuhan di Perubahan Iklim

Diah
Prof Diah Rachmawati saat menyampaikan pidato pengukuhan di Yogyakarta, Selasa (18/7/2023). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Kajian fisiologi tumbuhan mengintegrasikan informasi tingkat respons cekaman abiotik dan mengidentifikasi mekanisme toleransi cekaman yang diperlukan untuk merekayasa tumbuhan yang stabil di lingkungan. Kajian fisiologi juga menghasilkan produk lebih banyak, dengan lebih sedikit air dan sumber daya yang semakin berkurang.

Dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Dr Diah Rachmawati, SSi, MSi mengemukakan hal tersebut pada pidato pengukuhan Guru Besar di Balai Senat UGM, Selasa (18/7/2023). Pidato pengukuhan berjudul ‘Aplikasi Fisiologi Tumbuhan dalam Upaya Mitigasi Dampak Perubahan Iklim Global.’

Bacaan Lainnya

Diah Rachmawati menjelaskan perubahan iklim menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan makhluk di bumi, termasuk tumbuhan. Perubahan iklim bisa memengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman pangan. “Kondisi lingkungan yang ekstrim bisa berdampak buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan,” kata Diah Rachmawati.

Mengutip hasil penelitian Fang dan Xiong, 2005, Diah menjelaskan perubahan iklim yang terjadi saat ini, diprediksi akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman pangan lebih dari 50% pada tahun 2050. Perubahan iklim global berupa peningkatan CO2, kekeringan, salinitas, dan temperatur tinggi atau rendah dapat menyebabkan berbagai cekaman yang akan mempengaruhi proses fisiologi tumbuhan.

Lebih lanjut Diah menyampaikan penelitian tentang respons tumbuhan terhadap perubahan iklim, menunjukkan sebagian besar tumbuhan diperkirakan akan lebih tercekam dan kurang produktif di masa depan.

Karena itu, kata Diah, pemahaman fisiologis tanaman pangan memberikan landasan ilmiah mendasar tentang berbagai aspek metabolisme, pertumbuhan, dan perkembangan. Hal ini sangat penting untuk perbaikan tanaman atau pengembangan teknologi di bidang pertanian dalam mengatasi perubahan iklim.

“Kajian fisiologi tumbuhan mengintegrasikan informasi tingkat respons cekaman abiotik dan mengidentifikasi mekanisme toleransi cekaman yang diperlukan untuk merekayasa tumbuhan yang stabil di lingkungan. Selain itu juga menghasilkan produk lebih banyak, dengan lebih sedikit air dan sumber daya yang semakin berkurang, untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi dunia,” katanya.

Diah mengatakan aplikasi fisiologi tumbuhan dapat membantu mengembangkan teknologi dan strategi mitigasi cekaman lingkungan yang lebih efektif dan efisien dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Strategi mitigasi dampak cekaman abiotik dapat dilakukan dengan pendekatan omics dan pemuliaan tanaman secara molekuler dan rekayasa genetika.

Pengembangan tanaman yang toleran terhadap cekaman menjadi salah satu upaya mitigasi cekaman lingkungan. Dia menyebutkan penelitian fisiologi tumbuhan telah berhasil mengidentifikasi mekanisme toleransi tanaman terhadap suhu tinggi, kekeringan, banjir, dan cekaman lingkungan lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman salah satunya melalui skrining fenotif dan seleksi genetik dengan pemuliaan baik konvensional maupun rekayasa genetik.

Aplikasi fisiologi tumbuhan pada ekosistem dan lingkungan, lanjut Diah, dapat memberikan manfaat yang signifikan untuk pemahaman dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia mencontohkan dalam upaya untuk mengurangi emisi CO2 dan mengatasi perubahan iklim. Penelitian fisiologi tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk identifikasi spesies tumbuhan yang lebih efektif menyerap karbon berdasarkan analisis fotosintesis bersih yang dapat dilihat dari simpanan karbon.

“Sejumlah penelitian terdahulu diketahui beberapa tumbuhan yang terindentifikasi memiliki penyerapan karbon yang tinggi antara lain Jabon (Anthocephalus cadamba), Tanjung (Mimusops elengi), dan Pule (Alstonia scholaris),” jelasnya. (*)