Hindari Pasien Terlantar, FKTP Perlu Perbaiki Manajemen

Hamam Hadi saat membuka seminar di Kampus UAA Yogyakarta, Selasa (18/4/2017). (foto: heri purwata)

BANTUL — Selama ini keluhan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama (FKTP), pasien sering diombang-ambingkan petugas dan birokrasi berbelit. Bahkan peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan sering dinomor duakan dalam pemberian pelayanan.

Demikian diungkapkan Rektor Universitas Alma Ata (UAA) Yogyakarta, Prof Dr H Hamam Hadi MS, ScD, SpGk ketika membuka seminar ‘Update Knowledge Peningkatan Standar Mutu Pelayanan dalam Pemenuhan Akreditasi Fasilitas Kesehatan’ di Kampus UAA Yogyakarta, Selasa (18/4/2017). Seminar diikuti praktisi FKTP swasta se Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Seminar ini menghadirkan nara sumber dr Choirul Anwar MKes, dosen Universitas Alma Ata Yogyakarta, Dr Sutjipto MKes, dosen Universitas Alma Ata Yogyakarta dan dr. Desi Arijadi, Auditor Mutu Internal.

Bacaan Lainnya

“Buruknya pelayanan ini menjadi PR (pekerjaan rumah, red) bagi pelaksana Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Sebagai gate keeper, FKTP seharusnya bisa memberi pelayanan yang lebih baik agar pasien tidak lari ke tingkat pelayanan kesehatan tingkat lanjut atau bahkan ke luar negeri,” tandas Hamam.

Dijelaskan Hamam, era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi berpusat di Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan (FASKES) tingkat lanjutan. Namun pelayanan kesehatan akan dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medisnya.
Dalam implementasinya, JKN memberlakukan prinsip managed care, di mana terdapat empat pilar yaitu: promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Prinsip tersebut akan memberlakukan pelayanan kesehatan yang difokuskan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti di Puskesmas, Klinik Pratama Swasta atau dokter praktek perorangan yang akan menjadi gate keeper bagi peserta JKN dalam mengakses pelayanan kesehatan.

Salah satu unsur penting dan sangat vital yang menentukan keberhasilan akreditasi FKTP adalah bagaimana mengatur sistem dokumentasi. Pengaturan sistem dokumentasi dalam proses implementasi akreditasi FKTP dianggap penting karena dokumen merupakan acuan kerja, bukti pelaksanaan dan penerapan kebijakan, program dan kegiatan, serta bagian dari salah satu persyaratan Akreditasi FKTP.

Dengan adanya sistem dokumentasi yang baik dalam suatu institusi/organisasi diharapkan fungsi-fungsi setiap personil maupun bagian-bagian dari organisasi dapat berjalan sesuai dengan perencanaan bersama dalam upaya mewujudkan kinerja yang optimal. Dokumen yang dimaksud dalam Akreditasi FKTP secara garis besar dibagi atas dua bagian yaitu dokumen internal dan eksternal.

Dokumen tersebut digunakan untuk membangun dan membakukan sistem manajemen mutu dan sistem manajemen pelayanan. Regulasi internal tersebut berupa Kebijakan, Pedoman, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan dokumen lain disusun berdasarkan peraturan perundangan dan pedoman-pedoman (regulasi) eksternal yang berlaku.

“Agar para pemangku kepentingan Akreditasi FKTP memiliki acuan dan memudahkan dalam melakukan dokumentasi perlu disusun Pedoman Penyusunan Dokumen Akreditasi FKTP,” kata Hamam.

Akreditasi adalah sebuah pengakuaan dari badan independen terhadap perubahan menuju ke arah yang lebih baik dari pelayanan Kesehatan. Kalau kita merujuk pada PERMENKES No. 46 Tahun 2015 dijelaskan pada pasal 1 ayat 1. Pendekatan yang dipakai dalam akreditasi FKTP adalah keselamatan dan hak pasien dan keluarga, dengan tetap memperhatikan hak petugas.

Prinsip ini ditegakkan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan pelayanan. Dalam penilaian Akreditasi FKTP menilai tiga kelompok, yaitu kelompok administrasi manajemen (Adman), kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), kelompok Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) atau Pelayanan Kesehatan. Dalam pelaksanaan akreditasi di Klinik Pratama dilakukan penilaian terhadap manajemen pelayanannya, penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat, dan Upaya Kesehatan Perorangan dengan menggunakan standar akreditasi FKTP yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Untuk memenuhi standar tersebut dibutuhkan seorang Manager yang kompeten agar FKTP dapat membangun sistem administrasi manajemen dan upaya pelayanan perorangan serta penyelenggaraan yang didukung oleh tenaga kesehatan yang kompeten, tata kelola yang baik dan menyediakan pelayanan yang mutu, aman, dan terjangkau bagi masyarakat secara berkesinambungan.

Data dari RKPD DIY pada tahun 2016 terdapat lebih dari 200 FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) yang terdiri dari Klinik pratama, klinik utama dan Puskesmas yang tersebar di 78 kecamatan dan tersebar di 438 desa/kelurahan. FKTP adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi.

“Seminar ini dilaksanakan agar manajerial FKTP tersebut dapat memahami segala hal terkait akreditasi serta mempersiapkan diri menghadapi akreditasi FKTP. Seminar ini bertema Sosialisasi Standar Mutu Pelayanan Dalam Pemenuhan Akreditasi Akreditasi Klinik Pratama Swasta,” harap Hamam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *