Adopsi Agile Mempercepat Pengembangan Software

Sujono (kiri bawah) saat memberikan keterangan kepada wartawan di Yogyakarta, Selasa (27/10/2020). (foto : screenshotZoom/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Adopsi Agile merupakan cara mendekati manajemen proyek dalam pengembangan perangkat lunak dan membantu tim dalam menanggapi ketidakpastian pengembangan produk. Dalam penerapannya, adopsi Agile dapat membantu mempercepat pengembangan software atau perangkat lunak.

Demikian hasil penelitian Sujono, SKom, MKom, Wisudawan Program Studi Informatika, Program Magister Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) yang disampaikan kepada wartawan melalui Daring, Selasa (27/10/2020). Sujono menulis tesis berjudul ‘Tantangan Adopsi Agile di Perguruan Tinggi di Indonesia; Studi Kasus Badan Sistem Informasi Universitas Islam Indonesia.’

Bacaan Lainnya

Sujono yang dibimbing Mukhammad Andri Setiawan, ST, MSc, PhD berhasil meraih predikat cumlaude dengan indek prestasi komulatif (IPK) 3,86. Ia akan mengikuti wisuda bersama 20 lulusan Program Magister secara Daring, Sabtu (31/10/2020).

Menurut Izzati Muhimmah, ST, MSc, PhD, Ketua Program Studi Informatika, Program Magister FTI UII, Sujono selain meraih predikat cumlaude juga berhasil menyelesaikan studi tepat waktu. “Selain kuliah, Sujono juga bekerja dan berhasil menyelesaikan studi 2,4 tahun.

Lebih lanjut Sujono menjelaskan Agile merupakan pendekatan yang relatif baru dalam pengembangan perangkat lunak. Banyak organisasi telah mengadopsi Agile di semua atau beberapa proyeknya. Di berbagai industri dan negara, menunjukkan bahwa metode Agile memiliki dampak positif pada dimensi keberhasilan proyek. “Namun upaya untuk melakukan adopsi Agile tidak sepenuhnya berjalan lancar, ada berbagai tantangan yang mempengaruhi kesuksesannya,” kata Sujono .

Penelitian ini, kata Sujono, bertujuan untuk mengindentifikasi tantangan yang dihadapi dalam adopsi Agile di Perguruan Tinggi di Indonesia dengan menggunakan teori Scrum Adoption Challenges Detection Model (SACDM). SACDM merupakan model yang diadaptasi dari teori Diffusion of Innovation dan kerangka konseptual teknologi berorientasi obyek.

Penelitian kuantitatif berbasis survei dan wawancara ini dilakukan di Badan Sistem Informasi (BSI) UII. Responden yang mengisi kuesioner sebanyak 41 orang yaitu Development (51,2%), Operational (22%), Product Owner (14,6%), dan Scrum Master dan Manajemen BSI (12,2%).

Hasil penelitian, jelas Sujono, proyek Agile memiliki hampir empat kali tingkat keberhasilannya dibandingkan dengan Waterfall. Agile menjadi semakin populer, sehingga banyak organisasi yang berusaha mengadopsi Agile termasuk UII.

Berbagai tantangan ditemukan dalam melakukan adopsi Agile dengan variasi yang berbeda di setiap organisasi. Di antaranya, (1) faktor individu meliputi over komitmen, rekayasa dalam tim, dan pengalaman; (2) faktor organisasi meliputi rekognisi, kualitas, sumber daya, dukungan manajemen, budaya organisasi, dan struktur organisasi; (3) faktor teknologi meliputi keuntungan relatif, kompleksitas, dan kompatibilitas.
Menurut Sujono, temuan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi institusi pendidikan atau organisasi lain yang akan melakukan adopsi Agile di institusi masing-masing. Organisasi perlu mempersiapkan secara matang dan memperhatikan empat konstruk berikut yaitu faktor individu, faktor tim, faktor organisasi, dan faktor teknologi, serta siap mengantisipasi tantangan yang kemungkinan muncul dalam adopsi Agile.

Karena itu, Sujono memberikan tiga saran yaitu pertama, dalam melakukan adopsi Agile, diperlukan anggota tim yang mempunyai pengalaman baik dalam pengembangan perangkat lunak maupun dalam menggunakan Agile/Scrum. Sehingga dibutuhkan komitmen manajemen dalam peningkatan kompetensi dan menambah pengalaman anggota tim sebagaimana diterapkan Badan Sistem Informasi (BSI) UII.

Kedua, salah satu ciri dari Agile adalah klien menjadi bagian dari tim pengembangan perangkat lunak. Sehingga diperlukan koordinasi dan komunikasi yang terjalin dengan baik antara tim pengembang dengan klien. Tim pengembangan perlu menerapkan strategi dalam melakukan koordinasi dengan klien untuk dapat menangkap kebutuhan klien agar sesuai dengan keinginannya, seperti melakukan pertemuan baik formal maupun informal.

Ketiga, komunikasi menjadi salah satu tantangan yang dihadapi beberapa organisasi di berbagai negara sebagaimana referensi penelitian ini. Perguruan tinggi yang akan melakukan adopsi Agile, perlu melakukan antisipasi terhadap tantangan ini sebagaimana langkah-langkah antisipasi yang dilakukan BSI UII pada komunikasi. Di antaranya, Daily Scrum secara rutin, desain tempat kerja dengan ruang terbuka dan tempat duduk saling berhadapan, pengelolaan informasi dengan software yang berkualitas, menciptakan suasana yang terbuka di antara anggota tim sehingga terjalin komunikasi informal dan anggota tim memiliki kedudukan yang sejajar.

Sementara Mukhammad Andri Setiawan yang juga Kepala BSI UII mengatakan proyek perangkat lunak yang dibuat dengan Scrum membutuhkan waktu antara 6-8 delapan bulan. Namun kini menggunakan adopsi Agile hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1-2 bulan.

“Metode Scrum membuat pusing dan stress full developer. Namun adanya adopsi Agile membuat pengerjaan software menjadi lebih lincah dan mudah,” kata Andri Setiawan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *