Upwelling Tingkatkan Produksi Ikan

Denny W Kusuma (tengah) seusai dinyatakan lulus ujian foto bersama tim penguji di UGM, Senin (31/10/2016). (foto : istimewa)
Denny W Kusuma (tengah) seusai dinyatakan lulus ujian foto bersama tim penguji di UGM, Senin (31/10/2016). (foto : istimewa)
Denny W Kusuma (tengah) seusai dinyatakan lulus ujian foto bersama tim penguji di UGM, Senin (31/10/2016). (foto : istimewa)

FENOMENA upwelling atau penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan permukaan yang membawa plankton mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Fenomena ini muncul di perairan Samudera Hindia tepatnya di daerah selatan Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Pulau Nusa Tenggara.

Demikian diungkapkan Denny Wijaya Kusuma SPi MSi, peneliti Balai Penelitian dan Observasi Laut pada ujian promosi doktor di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin (31/10/2016). Denny mempertahankan disertasi berjudul “Kombinasi Data Penginderaan Jauh Dengan Data Oseanografi untuk Observasi dan Analisis Kejadian Upwelling di Samudera Hindia”.

“Puncak upwelling umumnya terjadi di bulan Agustus ditunjukkan dengan luas area kejadian upwelling di perairan selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara serta tingginya tingkat konsentrasi klorofil-a,” kata Denny Wijaya Kusuma.
Lebih lanjut Denny menjelaskan hasil kajian deteksi upwelling menggunakan data penginderaan jauh menunjukkan area dengan kondisi suhu permukaan laut (SPL) dingin akan diikuti dengan kenaikan konsentrasi klorofil-a. Hal ini memperlihatkan kondisi SPL dapat mewakili kejadian upwelling sehingga bisa menghasilkan peta spasial kejadian upwelling secara detail.

Sedang untuk mengidentifikasi kejadian upwelling paling cepat dilakukan dengan metode pemfilteran spasial. Namun metode ini memerlukan persyaratan, di antaranya, mendefinisikan suhu permukaan laut dngin yang mencirikan kejadian upwelling, metode identifikasi kejadian upwelling dengan fuzzy memberikan gambaran detail tentang terjadinya upwelling pada area kejadian. Selain itu, metode identifikasi dengan klorofil-a sebagai pembatas.

Menurut Denny, hasil kajian dan analisis data penginderaan jauh pada permukaan dan data oseanografi pada kedalaman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan mulai bulan Juli hingga Oktober. Korelasi tinggi terjadi pada pernukaan dengan kedalaman 100 dan 200 meter. Hal ini menunjukkan kondisi SPL sangat dipengaruhi kondisi suhu pada kedalaman dan pada permukaan sampai kedalaman 100 meter menunjukkan keterkaitan yang erat.

“Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan produksi perikanan tangkap nelayan Indonesia terutama nelayan di perairan selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Selain itu dengan informasi ini diharapkan dapat menghemat biaya operasional, khususnya penggunaan bahan bakar minyak perahu nelayan,” tandasnya.

Penulis : Heri Purwata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *