YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Saat ini, kanker payudara telah terjadi berbagai mutasi gen dan protein-protein berlebih yang menyebabkan sel kanker membelah dan tubuh cepat. Tetapi di era personalized medicine memungkinkan pemberian terapi target untuk memblok pertumbuhan kanker dengan fokus pada gen dan protein-protein tertentu serta mengurangi kerusakan pada sel normal.
“Terapi target merupakan terapi personal sesuai dengan jenis kanker dan stadiumnya,” kata Prof Dr dr Irianiwati Widodo, SpPA (K) dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar dalam bidang Patologi Anatomi di ruang Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (11/8.2022).
Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM ini mengangkat pidato pengukuhan berjudul ‘Diagnosis Molekuler Patologi Anatomi pada Era Personalized Medicine Kanker Payudara.’ Saat ini, kanker payudara masih menjadi penyebab kematian tertinggi untuk kasus kanker pada wanita.
Di Indonesia, sebagian besar diagnosis pasien kanker payudara sudah memasuki stadium lanjut, di mana sel kanker berukuran besar dengan kondisi metastasis lanjut sehingga angka kematiannya pun jadi tinggi. “Hal itu disebabkan tingkat kesadaran yang rendah akan kanker payudara, keterbatasan ketersediaan pelayanan medis dan stigma kanker itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan diagnosis kanker payudara sejak dini melalui diagnosis molekuler,” kata Irianiwati.
Dalam penelitiannya di Yogyakarta mendapatkan frekuensi kanker payudara subtipe TNBC (Triple Negative Breast Cancer) cukup tinggi, yakni 25 % dengan usia rerata pasien 51,42 tahun dengan ukuran rerata tumor 5,4 cm dan 70 persen pasien dengan kondisi metastasis limfonodi. Lalu frekuensi pasien kanker subtipe basal-like sebanyak 67,1 % dengan rerata usia 51 tahun.
“Tingkat ketahanan hidup tiga tahun pasien kanker payudara subtipe basal-like yang diteliti terbilang rendah yaitu 23,9 bulan dibandingkan non basal-like 26,1 bulan,” kata Irianiwati.
Saat ini, jelas Irianiwati , pendekatan diagnosis diperoleh dari sampel biopsi jaringan kanker payudara yang dianggap sebagai tindakan invasif. Sedangkan lewat metode pengambilan sampel liquid biopsy merupakan metode baru yang non invasif dan menjanjikan.
“Konsep liquid biopsy adalah memeriksa komponen-komponen tertentu tumor yang dilepaskan dalam sirkulasi darah, termasuk mutasi DNA dan pola metilasi DNA yang didapatkan untuk kepentingan diagnosis, follow up terapi dan prognosis,” ujarnya.
Selanjutnya lewat teknologi Next-Generation Sequencing (NGS) dan analisis berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) berperan sangat penting pada keberhasilan analisis circulating tumor DNA. Menurutnya pemeriksaan komprehensif kanker payudara dimulai dari pemeriksaan morfologi dan pemeriksaan berbasis molekuler saat ini sudah dapat dilakukan di berbagai pusat laboratorium Patologi Anatomi di Indonesia meski masih terbatas pada pusat laboratorium besar.
Karena itu dibutuhkan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas teknologi terkini untuk mendukung pemeriksaan kanker payudara secara dini. “Diperlukan sinergi dan kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak supaya kanker payudara dapat ditangani secara berkelanjutan di setiap tahapannya, mulai dari diagnosis hingga perawatan, sehingga morbiditas dan mortalitas kanker payudara dapat diturunkan,” pungkasnya. (*)