PLD UIN Tuntut Layanan Bagi Difabel Ditingkatkan

Mahasiswa UIN Suka memperingati hari White Cane Safety Day di Yogyakarta, Jumat (14/10/2016). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA — Pusat Layanan Difabel (PLD) Universtas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta menuntut peningkatan aksesbilitas mahasiswa difabel. Tuntutan ini terungkap pada peringatan White Cane Safety Day di kampus tersebut, Jumat (14/10/2016).

Peringatan bertemakan ‘Simulasi Tunanetra, Sosialisasi Penggunaan Tongkat Putih’ diikuti sekitar 40 orang meliputi Ketua Pusat Layanan Difabel UIN Suka Dr Arif Maftuhin MAg, mahasiswa difabel dan relawan bagi mahasiswa difabel. White Cane Safety Day diperingati setiap tanggal 15 Oktober.

Peringatan ditandai dengan sehelai kain hitam sebagai penutup mata dan tongkat putih. Mereka berjalan dari depan Gedung PAU menuju Gedung Pusat Layanan Difabel. “Melalui cara tersebut para peserta ikut merasakan dunia gelap yang selama ini dialami oleh tunanetra,” kata Fikri salah satu mahasiswa difabel UIN Suka.

Selain itu, kata Fikri, dirinya berharap agar tempat parkir di lingkungan kampus juga ditata lebih rapi agar tidak mengganggu akses difabel. “Semoga saya dan teman difabel lain bisa mendapatkan aksesibilitas yang baik di lingkungan UIN Sunan Kalijaga,” kata Fikri.

Sementara Arif Maftuhin mengatakan PLD baru pertama menggelar peringatan White Cane Safety Day. Ia mengharapkan peringatan seperti ini bisa lebih meriah lagi dengan lomba penelitian dan penghargaan bagi mahasiswa difabel yang berprestasi.

Sedang pemberian tongkat putih bagi mahasiswa tuna netra merupakan simbol kemandirian. “Harapannya mahasiswa difabel tidak lagi kesulitan dalam mengakses semua fasilitas yang disediakan kampus sehingga bisa menunjang kegiatan akademik mereka. Ini adalah bentuk ketauladanan UIN Suka untuk memberikan pendidikan inklusi bagi generasi penerus bangsa ke depan,” tandas Arif.

UIN Suka, jelas Arif, saat ini menerima banyak mahasiswa difabel. Bahkan lingkungan kampus telah dilengkapi fasilitas yang memudahkan proses perkuliahan mahasiswa difabel. Bahkan semua dosen sudah mulai dapat menggunakan bahasa isyarat meskipun terbatas. Di antaranya, ketika memberi pemahaman kepada mahasiswa tuna rungu atau menuliskan huruf braille agar mahasiswa tuna netra menjadi paham.

Penulis : Heri Purwata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *