Fiqih Budaya Dapat Meredam Radikalisme

Yusdani, Ketua Program Doktor Hukum Islam FIAI UII Yogyakarta. (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pengembangan dakwah Islam melalui budaya lebih jitu hasilnya dibandingkan dengan model dakwah konvensional. Islam di Jawa bisa berkembang karena wali penyebar agama melalui pendekatan budaya. Saat ini, Fiqih budaya bisa dapat digunakan menyebarkan agama Islam dan meredam radikalisme.

“Fikih sekarang itu harus ada diversifikasi, tidak lagi terkonsentrasi pada halal dan haram. Fikih harus kita rumuskan sebagai seperangkat nilai dasar yang bisa kita jadikan sebagai dasar untuk merespon berbagai persoalan yang muncul sekarang ini,” kata Dr Yusdani MAg, Ketua Program Doktor Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) saat bincang-bincang dengan jogpaper.net di ruang kerjanya, akhir pekan lalu.

Bacaan Lainnya

Dijelaskan Yusdani, fiqih budaya adalah seperangkat nilai yang bisa digunakan untuk mengembangkan budaya. Jadi tidak terjebak dalam halal dan haram. Tetapi nilai yang dikembangkan itu sesuai atau tidak dengan ajaran agama Islam.

Dalam Islam, kata Yusdani, ada tiga klasifikasi yaitu pertama, bidang akidah dan ibadah mafdoh Islam sangat rigit. Kedua, bidang muamalah. Umat Islam diberikan keleluasaan untuk berkreasi. Ketiga, bidang budaya. Di sini, umat Islam ibaratnya memiliki bahan dasar yang bisa dibuat sesuai kehendaknya. “Di bidang budaya, umat Islam ditantang untuk berkreasi. Di sini Umat Islam diberikan nilai-nilai dasar sebagai bahan untuk membuat kreativitas,” jelasnya.

Saat ini, kata Yusdani, sudah ada pakem budaya yang bisa dikembangkan yaitu tidak menyentuh persoalan akidah dan ibadah. Islam dengan ritual ibadah itu sudah merupakan budaya. “Kita diwajibkan shalat harus menutup aurat, sehingga kita butuh tukang jahit untuk membuat pakaian. Itu kan proses budaya,” kata Yusdani.

Dalam Program Magister dan Doktor Hukum Islam, lanjut Yusdani, studi Islam tidak semata mata konsentrasi pada studi agama dalam arti normatif. Tetapi studi Islam sampai bagaimana umat Islam mempersepsi, mengamalkan dan menerapkan ajaran Islam termasuk di dalam budaya. Studi Islam yang menuju pada Cultural Studies dalam arti luas.

Sebab Studi Islam kalau hanya konsentrasi pada studi agama hanya sebagai penerjemah saja. Sehingga studi budaya termasuk studi Islam dan bila dikembangkan lebih jauh bisa mencakup nilai-nilai. Di antaranya, nilai kehidupan yang tidak lepas dari nilai budaya.

Fiqih sebagai pedoman dasar harus dinamis sesuai dengan kondisi kehidupan sehari-hari umat manusia. Sehingga ke depan tidak hanya, fiqih kebudayaan, tetapi akan muncul fiqih kebencanaan, fiqih tembakau, dan lain-lain. “Ke depan, fiqih ini akan kita kembangkan,” tandas Yusdani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *