Dosen Ilmu Pemerintahan UGM Harapkan Pelanggaran Etik tak Terulang

Pemilu 2024
Seorang pemilih menunjukkan jari bertinta tanda sudah memberikan suaranya. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Arya Budi, SIP, MAPS, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM menilai pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan kondusif dan lancar. Namun proses pelaksanaannya diwarnai dengan peristiwa politik yang menciderai demokrasi. Di antaranya, munculnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap kontroversial serta pelanggaran kode etik yang dilakukan komisioner KPU.

Menurut Arya, berbagai kontroversi tersebut disebabkan besarnya intervensi pemerintah pada ranah yudikatif dan lembaga penyelenggara Pemilu. “Untuk Pemilu selanjutnya, negara harus menjadi penyelenggara saja jadi tidak terlibat jadi tim sukses dalam kontestasi,” kata Arya Budi saat dimintai tanggapannya mengenai refleksi pelaksanaan Pemilu 2024, Kamis (15/2/2024).

Bacaan Lainnya

Dijelaskan Arya Budi, di tingkat elit terjadi persaingan sengit dengan berbagai macam manuver. Tetapi di tingkat akar rumput justru terjadi sebaliknya menunjukkan suasana tenang dan tidak terjadi polarisasi karena adanya tiga pasangan calon kontestan Pilpres. Berbeda dengan Pilpres 2014 dan 2019 lalu di mana terjadi polarisasi antar dua kubu pendukung karena hanya ada dua Paslon. “Pada Pemilu kali ini, di tingkat akar rumput cenderung lebih adem dibanding Pemilu lalu karena kontestan lebih dari dua kandidat,” katanya.

Selain itu, di tingkat proses penyelenggara Pemilu, kata Arya sedikit ditemukan kasus anggota KPPS yang meninggal dunia akibat kelelahan. “Tidak banyak kita menemukan kasus meninggalnya anggota KPPS seperti di Pemilu sebelumnya dikarenakan tidak siapnya penyelenggara di tingkat KPPS terkait durasi perhitungan suara dan jumlah surat suara yang banyak,” katanya.

Meski demikian, imbuhnya, ada beberapa catatan yang menjadi bahan penilaian bagi penyelenggara Pemilu 2024 ini soal kasus ditemukannya surat suara yang rusak dan beberapa kasus dimana banyak pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena terkendala persoalan administratif. “Ada catatan jumlah surat suara rusak dan pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya perlu menjadi bahan evaluasi. Saya kira pengamanan pengiriman surat suara juga perlu ditingkatkan,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan terkait upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi dalam lima tahun ke depan, Arya berpendapat pemenang pilpres perlu merangkul seluruh aspirasi elemen masyarakat termasuk aspirasi dari para akademisi di berbagai kampus soal keprihatinan mereka pada demokrasi yang mengalami pelemahan dan lemahnya penegakan hukum yang berimplikasi pada pelanggaran etik jelang pemilu baik di MK maupun di KPU. “Pemenang Pilpres sebaiknya merangkul juga aspirasi elemen publik yang memiliki kepentingan bagi kelangsungan kehidupan demokrasi kita,” ujarnya. (*)