YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, S.Psi., M.Psi yang juga dikenal dengan panggilan Alissa Wahid, anak pertama Gus Dur (Mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid) menjadi narasumber Muktamar Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII). Alissa Wahid yang merupakan Koordinator Gusdurian Indonesia menyampaikan mengenai pesantren dan pemberdayaan masyarakat berkaca dari kiprah KH. Hasyim Asy’ari yang dilanjutkan oleh penerusnya KH. A. Wahid Hasyim, dan KH. Abdurrahman Wahid. Dihadiri 300 peserta, muktamar diselenggarakan di Gedung Wahid Hasyim FIAI UII, Jumat (21/9/2024) kerjasama FIAI UII dengan Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Kegiatan-kegiatan seperti ini dilakukan secara masif, supaya kita mendapatkan kekayaan pandangan dari berbagai sudut. Barangkali kita yang hadir di UII melihat dari sisi yang ini, yang ini, lalu teman-teman yang melihat akan membahas dari sisi yang berbeda. Itu akan menambah kekayaan pemahaman kita atas teladan Hadratussyaikh KH. Hasyim Ashari,” kata Allisa
Alissa Wahid tambahkan kalau ingin meneladani seorang tokoh ada 3 hal. Pertama, karakter atau wataknya. Kedua, pemikirannya. Ketiga, gerakannya.
“Yang dominan dalam pemikiran KH. Hasyim Asy’ari adalah ukhuwah. Islam sebagai rahmat wujudnya harus riil, apalagi rahmatnya bukan lagi lil muslimin tapi rahmatan lil alamin. Jadi ini dirasakan di berbagai ruang. Untuk itu betul bahwa KH. Hasyim Asy’ari pendidikan akhlak menjadi prioritas utama, tetapi juga yang kedua pesantren adalah tempat mencetak alim yang juga arif yang hidup di dalam masyarakat dan memimpin masyarakatnya, menjadi jujukan. Jadi pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan tetapi juga menjadi lembaga masyarakat dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Bahkan pada zaman beliau menjadi locus perjuangan,” kata Alissa Wahid.
Menurutnya, Hadratussyaikh KH. Hasyim Ashari fokusnya memang ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam. Dalam banyak tulisan KH. Hasyim mengangkat tentang persatuan Islam. Seperti yang disampaikan oleh KH Abdul Hakim Mahfudz membahas Hadratussyaikh KH. Hasyim Ashari menjembatani antara kelompok-kelompok Islam di Indonesia, dan KHA Wahid Hasyim kuat di ukhuwah wathoniyah. Beliau sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia harus mendudukan keislaman sebagai motor atau penggerak dalam kebangsaan,
“Pernah ada tulisan KH. Hasyim Asy’ari dimuat pada Koran Soeara Moeslimin tahun 1944 yang mengutip Imam Mawardi bahwa dunia akan tertib bila 6 hal bisa dijaga. Satu, ajaran agama ditaati. Kedua, pemerintah yang berpengaruh, kalau pemerintah yang berpengaruh berarti bicara soal apakah rakyat percaya pada pemerintahnya. Pemerintahnya yang dipercaya. Ketiga, keadilan yang merata. Keempat, ketentraman yang meluas. Kelima, tanah yang dikuasai atau kedaulatan rakyat atas tanah kalau istilah zaman sekarang. Keenam, cita-cita yang luhur. Jadi ada visi kedepan yang ingin diwujudkan,” kata Alissa.
Imbuhnya, ketika Mbah KH. Hasyim Ashari membawa 6 hal itu dalam tulisan tentang pertanian dan petani, bisa dilihat bahwa sebetulnya pesantren tidak diletakkan sebagai institusi yang kemudian punya jarak dengan masyarakat tetapi justru pesantren menjadi jujukan masyarakat. Justru pesantren harus responsif terhadap masyarakat.
Selain Alissa Wahid, penyelenggara FIAI UII dan IKAPETE juga hadirkan narasumber lain yakni KH Abdul Hakim Muhfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Prof. Zuhri UIN Sunan Kalijaga, Dr. Arif Akhyat Universitas Gajah Mada dan Dr. Muhammad Roy Purwanto Universitas Islam Indonesia.
Di UII, Alissa Wahid juga menandatangani prasasti gedung KHA Wahid Hasyim yang tempati FIAI. Alissa Wahid merupakan cucu dari KHA Wahid Hasyim, nama yang digunakan Yayasan Badan Wakaf UII untuk gedung yang digunakan FIAI. (IPK)
Alissa Wahid menandatangani prasasti di FIAI UII, didampingi Rektor UII, KH Abdul Hakim Mahfudz Tebuireng dan Dr. Asmuni Dekan FIAI (foto:IPK)