CECF Undang Imam Islam Indonesia Ciptakan Kedamaian

Imam Muhamad Bashar Arafat saat menjadi narasumber pada seminar internasional di Kampus UAA Yogyakarta, Kamis (28/12/2017). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA — Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia, namun belum ada pemuka agama Islam Indonesia yang bergabung dalam Civilizations Exchange and Cooperation Foundation (CECF) di Amerika Serikat. Karena itu, CECF mengundang pemuka agama Islam atau imam Indonesia untuk ikut mengembalikan kejayaan Islam yang rahmatan lil alamin dan menciptakan perdamaian di dunia.

Demikian diungkapkan Imam Mohamad Bashar Arafat, Pendiri dan Presiden CECF pada seminar internasional ‘Global Challanges Facing Muslims Today : Ways to Respond’ di Kampus Universitas Alma Ata (UAA) Yogyakarta, Kamis (28/12/2017). Selain Imam Muhamad Bashar Arafat, juga menampilkan pembicara Drs HM Idham Samawi, anggota DPR RI; KH Abdul Wahid Maktub, Staf Khusus Menteri Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristekdikti); dan pembicara kunci Prof Dr H Hamam Hadi, MS, ScD, Rektor UAA.

Bacaan Lainnya

Dijelaskan Bashar Arafat, CECF memiliki misi untuk mendorong kerjasama orang-orang dari berbagai agama dan budaya di dunia. Ia juga merasa prihatin atas pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang memindahkan gedung kedutaan Israel ke Yerusalem. Kebijakan ini telah menimbulkan kegaduhan dunia yang dikuatirkan akan terjadi perpecahan.

CECF, kata Imam, didirikan tahun 2000 sebagai organisasi nirlaba di Negara Bagian Maryland-USA. Organisasi ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap manfaat multi-faceted dan tak terhitung banyaknya melalui budaya dan peradaban.

“Upaya utama kami adalah melalui dialog orang ke orang, program pertukaran budaya, pengalaman belajar bahasa, kegiatan antar agama, konferensi, seminar akademis, orientasi agama dan budaya dan publikasi khusus. Sejumlah pendeta yang berkualitas, dosen dan mahasiswa dilibatkan dalam program ini secara nasional dan internasional,” kata Imam Bashar.

Anggota staf CECF, lanjut Imam Bashar, juga diminta untuk melakukan berbagai program di Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Mereka bekerja di bawah naungan Departemen Luar Negeri AS untuk memberdayakan masyarakat di kawasan tersebut.

Imam Bashar juga mengaku gembira diundang UAA menjadi pembicara pada seminar ini. Sehingga dirinya memiliki kesempatan untuk memperkenalkan CECF terhadap umat Islam di Indonesia.

Sedang Rektor UAA, Hamam Hadi mengaku prihatin terhadap kenyataan kehidupan yang pahit dan berita pilu tentang tragedi kemanusiaan yang melanda masyarakat sipil tak berdaya dan tak berdosa di berbagai belahan dunia, khususnya masyarakat muslim. Ribuan masyarakat muslim yang lemah tak berdosa tewas sebagai korban kekejaman dan kekerasan kelompok tertentu yang lebih kuat. Salah satunya, konflik antara masyarakat palestina yang powerless dengan rezim Israel yang tak sebanding kekuatannya dengan back up pemerintah Amerika Serikat.

Karena itu, UAA mengajak masyarakat Indonesia yang cinta damai, menjunjung tinggi kemerdekaan individu maupun bangsa. Selain itu, juga mengajak masyarakat muslim di dunia untuk terus ikut secara aktif memperjuangkan tegaknya peri kemanuaiaan dan peri keadilan bagi siapapun dan di manapun tanpa melihat latar belakang agamanya sebagai refleksi ketaatan terhadap ajaran Islam yang mempunyai pesan utama rahmatan lil alamien.

Menurut Hamam, sebagian kedzaliman dan tragedi kemanusiaan yang sering menimpa masyarakat lemah termasuk masyarakat muslim di muka bumi ini terjadi karena adanya ketimpangan yang sangat luar biasa. Banyak negara-negara muslim yang sampai saat ini masih terus menerus menikmati status kemiskinannya dan bergantung kepada negara kuat terutama Amerika Serikat.

“Karena itu bangsa indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sepatutnya bisa mempelopori bangkitnya masyarakat muslim di dunia untuk bisa menjadi masyarakat yang disegani karena berdikari secara politik, ekonomi, dan budaya,” tandas Hamam.

Sementara Idham Samawi, mengatakan model kapitalisme dan kolonialisme Donald Trump ini harus dilawan. Menurutnya, sejak era Presiden Soekarno hingga sekarang, sikap Indonesia sangat tegas dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Bahkan pada sidang KTT OKI pertengahan Desember lalu, Presiden Joko Widodo secara tegas menolak keputusan sepihak dan ilegal Donald Trump.

Idham juga mengharapkan masyarakat tidak perlu takut terhadap ancaman Amerika Serikat yang akan memangkas bantuan untuk PBB sebesar 250 juta dolar AS atau sekitar Rp 3,3 triliun. Warga Indonesia siap untuk menggantinya supaya PBB tetap pada keputusannya menolak sikap Amerika Serikat terkait pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel.

“Kita perlu mulai ‘Gerakan Bantu PBB’ dengan menyumbang sebagaian harta. Sebab Indonesia yang memiliki penduduk 250 juta dan setiap orang menyumbangkan Rp 100 ribu maka jumlahnya sudah melebihi sumbangan dari Amerika,” tandas Idham.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *