Big Data Corona Bantu Pemerintah Membuat Kebijakan

Ismail Fahmi saat menjelaskan Big Data tentang Corona di FTI UII Yogyakarta, Sabtu (14/3/2020). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Big Data dapat membantu pemerintah untuk mengambil keputusan dalam menghadapi penyebaran penyakit Corona. Big Data berupa opini publik di media sosial, website dan lain-lain sehingga pemerintah menjadi tahu apa yang sedang terjadi di masyarakat. Selanjutnya, Big Data Corona dapat digunakan untuk mengambil keputusan atau kebijakan dengan cepat dan tepat.

Ismail Fahmi, PhD, Founder Drone Emprit and Media Kernels Indonesia mengemukakan hal tersebut kepada wartawan di Yogyakarta, Sabtu (14/3/2020). Ia mengemukakan hal tersebut kepada wartawan sebelum memberikan kuliah perdana bagi mahasiswa Program Studi (Prodi) Teknik Industri, Program Magister Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII). Selain Ismail Fahmi, kuliah perdana juga menghadirkan nara sumber Dr Zaroni, Chief Financial Officer (CFO) Pos Logistik Indonesia, dan Winda Nur Cahyo, PhD, Ketua Prodi Teknik Industri Program Magister FTI UII.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Ismail Fahmi mengatakan sistem tersebut sudah diterapkan di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data seminggu, Sabtu-Jumat (7-13/3/2020), banyak sekali percakapan di media sosial dan online tentang Corona. Publik mempunyai dua sikap terhadap kepercayaan yaitu percaya dan tidak percaya terhadap pemerintah.

Ada juga, kata Fahmi, sikap surprise publik terhadap penyakit Corona yang terlihat dari Big Data. Selama ini, perhatian publik kepada Jakarta dan Jawa Barat yang terkena penyakit Corona. Namun tiba-tiba di Solo ternyata ada berita Walikota Solo menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap penyakit Corona. Sedang rasa ketakutan publik terhadap penyakit Corona relatif kecil.

Berdasarkan Big Data tersebut, kata Fahmi, hal yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah bagaimana membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengatasi penyakit Corona. “Kepercayaan harus dibangun dengan transparansi, bukan dengan menutup-nutupi. Sebetulnya, maksud menutup-nutupi itu mengatasi fear (rasa ketakutan) masyarakat. Tetapi cara ini bisa membuat publik tidak percaya terhadap pemerintah,” tandas Fahmi.

Fahmi memberikan contoh kepercayaan dari statement publik: ‘Anies menyatakan merata hampir setiap kecamatan di Jakarta ada Corona. Saya percaya terhadap konferensi pers di Balaikota Jakarta, karena Dinas Kesehatan DKI Jakarta mempunyai data akurat dan Anies mempunyai integritas untuk berbicara apa adanya.’

“Ini contoh positif. Sebab dengan dibuka data dan disampaikan kepada wartawan, publik menjadi percaya. Pemprov DKI Jaya mempunyai kapasitas, punya informasi, punya data dan siap,” terang Fahmi.

Sedang contoh negatif dan masalah ketidakpercayaan: ‘Bapak Presiden Jokowi yang terhormat, adanya surat dan telepon dari WHO kepada bapak, serta keraguan beberapa pimpinan negara atas langkah Indonesia menangani Corona, membuktikan dunia tidak percaya Indonesia dalam menangani kasus ini. Semoga Bapak Presiden menyadari masalah serius ini.’

“Masyarakat bisa panik karena tidak yakin atas keseriusan pemerintah dalam menangani kasus Corona. Pemerintah tidak transparan. Masukan saya, pemerintah segera membentuk Komisi Nasional Corona,” kata Fahmi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *