Yusuf Asyhari Temukan Alat Pengukur Kecemasan di Ketinggian

Yusuf Asyhari saat memaparkan hasil temuannya kepada wartawan secara virtual, Jumat (26/2/2021). (foto : screenshootzoom/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Yusuf Asyhari, SKom, MKom, mahasiswa Konsentrasi Informatika Medis, Program Studi Informatika, Program Magister Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) berhasil menemukan alat pengukur kecemasan pada ketinggian. Alat baru tersebut merupakan perpaduan Virtual Reality (VR) dan Electroensephalography (EEG) berbasis Brain Computer Interface (BCI).

Selama ini, kata Yusuf Asyhari, penderita Visual Height Intolerance (VHI) atau ketakutan terhadap ketinggian mengalami kecemasan. Pengukuran kecemasan ini dilakukan menggunakan Visual Height Intolerance Severity Scale (VHISS).

Bacaan Lainnya

“Namun pengukuran ini kurang ada bukti, sehingga menjadikan pengukuran tersebut terasa lemah dan kurang bermakna,” kata Yusuf Asyhari yang didampingi Dhomas Hatta Fudholi, ST, MEng, PhD, Sekretaris Program Studi Teknik Informatika, Program Sarjana dan Dosen Pembimbing; dan Izzati Muhimmah, ST, MSc, PhD, Ketua Program Studi Teknik Informatika Program Magister FTI UII, kepada wartawan secara Daring, Jumat (26/2/2021).

Lebih lanjut Yusuf mengatakan pengujian alat baru ini dilakukan terhadap 107 partisipan yang berusia 16-17 tahun. Pengujian dilakukan dengan membaca aktivitas listrik pada otak manusia menggunakan EEG berbasis BCI saat diberikan paparan melalui VR.

“Hasil pembacaan biometrik berupa jumlah gelombang per waktu dan magnitudo memiliki hubungan dengan VHISS. Hal tersebut diuji menggunakan metode korelasi Spearman-rho dan menghasilkan data non-parametrik,” kata Yusuf.

Hasil uji korelasi, kata Yusuf, menunjukkan bahwa data biometrik EEG berbasis BCI berupa jumlah gelombang per waktu dan magnitudo memiliki hubungan yang cukup kuat dengan skala VHISS, yaitu semakin tinggi jumlah gelombang per waktu, semakin tinggi magnitudo, maka semakin tinggi skala VHISS.

Menurut Yusuf, kecemasan terhadap ketinggian menjadi masalah yang tidak berdampak secara langsung namun penting diperhatikan. Sebab dampak sikap acuh terhadap masalah tersebut akan dirasakan di kemudian hari.

Penelitian dilakukan selama enam bulan di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Respondennya siswa-siswi SMA Negeri 1 Karangjati, Ngawi. Sekolah ini dipilih karena terletak cukup jauh dari pegunungan atau lingkungan yang cukup tinggi. Mayoritas siswa tumbuh dan berkembang di dataran rendah, sehingga dapat diperoleh responden dengan tingkat kecemasan terhadap ketinggian yang lebih besar.

“Salah satu contohnya adalah siswa yang bercita-cita menjadi pramugari namun memiliki kendala rasa takut terhadap ketinggian. Langkah yang dapat dilakukan adalah berjuang memperbaikinya atau menyerah terhadap cita-cita tersebut,” katanya.

Studi korelasi antara EEG berbasis BCI dengan VHISS yang dilakukan Yusuf ini dapat memberikan alternatif pengukuran tingkat kecemasan terhadap ketinggian secara visual. “Dengan deteksi lebih dini, beberapa masalah seperti siswa yang ingin jadi pramugari bisa ditangani lebih cepat dan tepat. Temuan ini juga dapat digunakan untuk rehabilitasi akibat dari stroke, stabilitas tubuh tidak seimbang, kemungkinan shock dan stress, gangguan mental, gangguan fisik, hingga kualitas hidup dapat ditangani lebih cepat dan tepat,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *