UII Desak Presiden Jokowi Jadi Teladan dalam Etika dan Praktik Kenegarawanan

Civitas Akademika UII
Rektor didampingi civitas akademika UII saat membacakan Pernyataan Sikap Darurat Kenegarawanan di Kampus Terpadu UII, Kamis (1/2/2024). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Civitas Akademika Universitas Islam Indonesia (UII) mendesak Presiden Joko Widodo agar menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawan. Yaitu, tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.

Demikian salah satu isi pernyataan sikap civitas akademika UII yang dibacakan Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST, MSc,PhD di halaman Auditorium Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII Yogyakarta, Kamis (1/2/2024). Pembacaan pernyataan sikap dihadiri seluruh pimpinan UII, dosen, mahasiswa dan alumni.

Bacaan Lainnya

Rektor UII menjelaskan pernyataan sikap tersebut muncul setelah melihat perkembangan dalam beberapa waktu terakhir menjelang Pemilihan Umum 2024. “Dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan. Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran,” kata Rektor UII.

Kondisi ini, tambah Rektor UII, kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Anwar Usman, diberhentikan.

Gejala ini, lanjut Rektor UII, kian jelas ke permukaan saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak. Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu adalah tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.

“Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi,” tandas Rektor UII.

Menanggapi hal itu, kata Rektor UII, civitas academica Universitas Islam Indonesia menyatakan:

  1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.
  2. Menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.
  3. Menyeru Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.
  4. Mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya,guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara.
  5. Mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
  6. Meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat. (*)