YOGYAKARTA — Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta berupaya tingkatkan kualitas riset dengan bergabung dalam satu konsorsium perguruan tinggi dari wilayah Asia Tenggara dan Eropa. Konsorsium beranggotakan 11 peguruan tinggi tersebut berasal dari tujuh negara yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Slovakia, Polandia, Inggris dan Perancis.
Demikian diungkapkan Fathul Wahid PhD, Koordinator Lokal UII kepada wartawan di Yogyakara, Selasa (21/11/2017). Sebelas perguruan tinggi yang tergabung dalam konsorsium adalah UII dan UGM (Indonesia), Universiti Teknologi Malaysia, dan Universiti Teknologi MARA (Malaysia), International Collage of National Institute of Development Administration (ICO NIDA), Burapha University (Thailand), University of Economics in Bratislava Matej Bel University in Banska Bystrica (Slovakia), Warszwa School of Economic (Polandia), University of Bath (Inggris), dan University of Clermont Auvergne (Perancis).
Lebih lanjut Fathul Wahid mengatakan untuk pembeayaan, konsorsium ini mengajukan proposal terhadap Uni Eropa. Usulan ini disetujui dan diharapkan proyek ini akan memberi manfaat tidak hanya bagi anggota konsorsium, tetapi bagi perguruan tinggi di luar konsorsium.
Konsorsium ini, kata Fathul, akan memberikan pelatihan bagi dosen-dosen agar lebih produktif dalam menghasilkan penelitian, dan karya tulis di jurnal internasional. “Konsorsium ini menekankan pada manajemen agar para dosen bisa membuat proposal, mengajukan pembeayaan, penelitian, dan membuat publikasi,” kata Fathul.
Sedang Koordinator Lokal UGM, Nurul Indarti PhD mengatakan beban dosen di Indonesia mengampu 8-10 mata kuliah. Selain mengajar, dosen harus bisa melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.
Uni Eropa, kata Nurul, telah membantu pengadaan peralatan seperti komputer, fasilitas konferensi video. Keberaaan konsorsium ini diharapkan bisa meningkatkan kapasitas dosen dapat melaksanakan tiga tugas tersebut dengan baik. “Ini penting bagi universitas yang masih tertinggal dalam kinerja riset,” kata Nurul.
Sementara Prof Anetta Caplanova, Koordinator Proyek dari University of Economics in Bratislava mengatakan konsorsium ini mendapatkan dana dari Uni Eropa untuk tiga tahun hingga 2019. Inisiatif ini masuk dalam skema pendanaan Erasmus+ Capacity Building in Higher Education.
Langkah konsorsium diawali dengan pembuatan modul dengan menggelar workshop yang memetakan kondisi setiap universitas. Sehingga modul yang dibuat sesuai dengan konteks. Workshop sudah dilaksanakan tiga kali yaitu di Bratislava, Slovakia, Maret 2017; Kuala Lumpur, Malaysia, Agustus 2017; dan di UII Yogyakarta, Senin-Jumat (20-24/11/2017).
Pada pertemuan di UII dilakukan evaluasi pelaksanaan kerja konsorsium selama satu tahun lalu dan merencanakan aksi untuk satu tahun ke depan. Selain itu, juga diisi dengan open workshop tentang pengukuran dampak riset.
Workshop ini tidak hanya diikuti anggota konsorsium, tetapi juga diikuti peserta dari 15 universitas dan lembaga riset dari luar konsorsium. “Workshop ini termasuk dalam strategi diseminasi. Kami berharap sebanyak mungkin universitas mendapatkan manfaat dari proyek ini,” kata Anetta.
Dalam pengamatannya, Anetta menilai kebangkitan para dosen di Asia Tenggara untuk melakukan riset dan menelorkan publikasi cukup menggembirakan dibandingkan dengan Eropa. “Cukup sulit membandingkan antara Asia Tenggara dan Eropa. Tetapi berdasarkan pengalaman saya menjadi Visiting Profesor di Thailand, motivasi para dosen cukup tinggi dan itu tidak ada di Eropa,” ujarnya.