Prof Riyanto : Elektrokimia untuk Kemandirian Bangsa

Prof Riyanto sedang menyampaikan pidato pengukuhan di Kampus UII, Senin (28/11/2016)
Prof Riyanto sedang menyampaikan pidato pengukuhan di Kampus UII, Senin (28/11/2016)
Prof Riyanto sedang menyampaikan pidato pengukuhan di Kampus UII, Senin (28/11/2016). (foto: heri purwata)

YOGYAKARTA — Paradigma ilmu kimia merupakan ilmu murni atau basic science yang hanya berkutat di bidang teori harus dihilangkan. Alhi kimia harus banyak berperan agar bisa menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat.

Prof Riyanto PhD, dosen Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Indonesia (UII) mengemukakan hal itu pada pidato pengukuhan sebagai guru besar, Senin (28/11/2016). Riyanto dikukuhkan dalam Sidang Senat Terbuka UII sebagai Guru Besar bidang Ilmu Kimia.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Riyanto mengemukakan penguasaan teori ilmu kimia secara berlebihan tidak sesuai dengan masyarakat negara berkembang seperti Indonesia. Masyarakat membutuhkan ilmu yang dapat diaplikasikan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat.

“Tidak bisa dipungkiri, walaupun ilmu kimia merupakan ilmu murni, untuk kasus Bangsa Indonesia harus mulai mengarah pada kimia terapan, lebih khusus elektrokimia terapan. Agar Bangsa Indonesia tidak terus menerus tergantung kepada negara lain,” kata Riyanto.

Ahli kimia, ujarnya, tidak dapat menutup diri dengan kebutuhan masyarakat bangsa dan negara. Sebab saat ini, Indonesia masih menggantungkan barang-barang impor. Sedang sumber daya alam banyak dikelola bangsa asing dan kebutuhan masyarakat belum dapat dipenuhi bangsa sendiri.

“Ilmu elektrokimia dan ilmu-ilmu kimia lain sangat erat hubungannya dengan kemandirian bangsa. Seperti baterai, aki dan fuel cell masih impor dari negara lain. Padahal teknologi pembuatan baterai dan aki sangat mudah untuk diaplikasikan menjadi produk,” tandas Riyanto.

Indonesia memiliki kekayaan alam, terutama mineral logam seperti emas (Au), perak (Ag), besi (Fe), nikel (Ni), tembaga (Cu), almunium (Al), titanium (Ti), timah (Sn) dan natrium (Na). Namun potensi tersebut tidak diolah sendiri, tetapi Indonesia menjualnya dalam bentuk mineral mentah.

Hasil tambang ini dikuasai oleh perusahaan asing di antaranya, PT Freeport di Papua, PT Newmont di Nusa Tenggara Barat (NTB). Perusahaan ini mengekplorasi, ekstrasi, smelting dan pemurnian logam dengan electrofining. Sehingga bangsa Indonesia tidak bisa menikmati kekayaan tersebut.

Salah satu cara untuk memurnikan logam dari biji mineral menggunakan elektrokimia. “Di sini peran dan aplikasi elektrokimia untuk kemandirian bangsa di bidang industri tambang,” kata Riyanto.

Penulis : Heri Purwata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *