Lulusan UWM Wajib Miliki Kemampuan Adaptif dan Flesibilitas

Rektor UWM, Prof Edy Suandi Hamid sedang memindahkan kucir wisudawan di Yogyakarta, Sabtu (16/10/2021). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Lulusan Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta wajib memiliki kemampuan adaptif dan fleksibilitas. Sebab di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat menuntut lulusan memiliki kemampuan adaptasi, tidak mudah menyerah (quiter) dan mudah puas (camper), tetapi jadilah seseorang yang terus berusaha sampai titik puncak (climber).

Rektor UWM, Prof Dr Edy Suandi Hamid mengemukakan hal tersebut pada Wisuda Sarjana ke 59 di Pendopo Agung UWM nDalem Mangkubumen Yogyakarta, Sabtu (16/10/2021). Wisuda ke -59 diikuti sebanyak 93 orang yang terdiri dari 23 orang dari Prodi Manajemen, 5 orang dari Prodi Akuntansi, 19 orang dari Prodi Ilmu Hukum, 15 orang dari Prodi Ilmu Administrasi Publik, 6 orang dari Prodi Sosiologi, 8 orang dari Prodi Arsitektur, 10 orang dari Prodi Teknik Industri, dan 7 orang dari Prodi Teknologi Pangan. Saat ini total jumlah alumni sebanyak 9.151 orang.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Edy mengatakan prosesi wisuda sarjana ini menandai lahirnya intelektual atau cendekiawan baru dari UWM. Mereka diharapkan dapat berkontribusi dalam membangun bangsa dengan mengimplementasikan ilmunya untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan dan tantangan yang semakin kompleks.

Edy mengatakan, saat ini, hampir semua sektor kehidupan berbasis teknologi, baik aktivitas pendidikan, ekonomi maupun pemerintahan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya mengurangi kontak fisik untuk pencegahan penyebaran COVID-19.

Menurut Edy, berbagai aktivitas akademik yang telah dilalui di Kampus UWM, telah membentuk wisudawan menjadi lulusan yang seharusnya memiliki kompetensi, skill dan keahlian sesuai bidang ilmu yang digeluti. Secara personal, diharapkan para wisudawan tetap memperkuat skill yang dibutuhkan di era Revolusi Industri 4.0, sehingga tetap mampu bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif.

“Dalam situasi seperti ini tentu harus meningkatkan daya juang, kemampuan literasi dan kreativitas serta kemauan mengasah ketajaman berpikir, membangun komunikasi dan selalu update informasi,” harap Edy.

Kata Edy, kemampuan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi ciri dunia kerja di era digital. Keterampilan yang diperlukan adalah Communication, Collaboration, Creativity, Critical Thinking sehingga mampu untuk berkompetisi dalam persaingan global yang terus berjalan sekarang ini.

“Sarjana baru harus selalu mengikuti dan mencoba menguasai perkembangan teknologi informasi yang dinamis. Teknologi yang dikuasai saat lulus, akan terus berkembang dengan pesat, dan itu harus diikuti sesuai kebutuhan masing-masing,” katanya.

Edy juga mengingatkan pengetahuan dan teknologi yang dikuasai saat di kampus bisa saja cepat usang. Akibatnya seseorang tertinggal dengan perubahan yang terjadi, dan ini bukan saja menurunkan produktivitas. “Namun ini juga bisa membuat kita kehilangan pekerjaan, karena saat ini banyak lapangan kerja berbasis kontrak, sehingga setiap saat bisa terjadi rasionalisasi,” tandasnya.

Kehilangan pekerjaan, kata Edy, sangat tidak nyaman, dan bahkan bisa menjadi bahan olok-olok, bukan saja saat ketemu di luar jaringan (Luring), tetapi mungkin juga sindiran sampai di media sosial (Medsos). Indonesia ini pengguna medsosnya sering ‘sadis,’ menggunakan kebebasan berependapat dengan kurang sopan atau tidak etis. Berdasarkan Survei Digital Civility Index (DCI) 2020 oleh Microsoft, Indonesia sebagai warganet paling tak sopan se-Asia Tenggara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *