Kurikulum Prodi Teknik Industri FTI UII Perlu Diperbaiki

Muhammad Ridwan Andi Purnomo, Ketua Jurusan Teknik Industri FTI UII. (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Alumni memberikan masukan jika kurikulum Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) masih ada gap dengan dunia industri. Jurusan Teknik Industri memang menghasilkan lulusan, tetapi sampai di industri belum bisa langsung digunakan. Sehingga mereka masih harus mengikuti pelatihan agar terjadi link and match dengan industri.

Karena itu, Jurusan Teknik Industri perlu bekerjasama dengan dunia industri. Salah satunya dengan PT Dekor Asia Jayakarya, sebuah perusahaan yang mengolah bambu dijadikan kerajinan tangan dan furniture untuk dieksport. “Kebetulan PT Dekor Asia menawarkan sebagai laboratorium hidup yang bisa kita gunakan untuk belajar bagi mahasiswa FTI,” kata Muhammad Ridwan Andi Purnomo, Ketua Jurusan Teknik Industri FTI UII kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (20/4/2022).

Bacaan Lainnya

Mekanisme kerjasamanya, ketika ada mahasiswa untuk magang di PT Dekor Asia, beberapa dosen juga ikut. Sehingga para dosen bisa mengetahui kondisi riil di lapangan. “Selanjutnya, ketika mereka membimbing mahasiswa skripsi atau tesis, kita bisa mendapatkan ilmu yang bisa digunakan untuk memperbaiki kurikulum kita,” kata Ridwan.

Dengan kerjasama ini, Ridwan mengharapkan mahasiswa sebelum lulus, telah mempunyai pengalaman di industri nyata. Kemudian mereka bisa melakukan matching dengan teori-teori yang dipelajari di kampus.

Sehingga ketika mereka lulus dan bekerja di dunia industri bisa langsung digunakan. “Saya kira ini sesuai dengan idenya, Mas Menteri Nadiem (Mendikbudristek), Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Mahasiswa didorong untuk belajar di luar kampus. Ini kita respon dengan program magang yang kita laksanakan,” kata Ridwan.

Sedang Ir Winda Nur Cahyo, ST, MT, PhD, IPM, Ketua Program Studi Teknik Industri, Program Magister FTI UII mendorong mahasiswanya untuk magang kerja di PT Dekor Asia Jayakarya. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat menerapkan ilmu selama kuliah. Selain itu, juga dapat meningkatkan kompetensi soft skill yang dimiliki, serta mahasiswa mendapatkan pengalaman kerja yang berharga untuk bekal setelah lulus.· 

“Program magang ibarat gerbang awal untuk masuk dan mengenal seluk beluk dunia kerja. Setelah melewati masa magang, mahasiswa tidak akan kaget lagi ketika sudah lulus dan harus bekerja di industri,” kata Winda.· 

Mahasiswa, lanjut Winda, dapat menambah jaringan dan relasi, hal penting dalam dunia kerja. Sehingga dengan ikut program magang, mahasiswa dapat bertemu orang-orang baru dan berpengalaman di dunia industri. Jaringan baru ini dapat sangat berguna saat menapaki dunia kerja.· 

“Saat ini program magang pada belum menjadi salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa S2, namun dapat dijadikan obyek dari penelitian tugas akhir atau tesis. Hal ini sangat membantu mahasiswa dalam menyelesaikan kuliah S2 nya secara tepat waktu,” kata Winda.

Sementara Bambang Wijaya SE, Direktur Utama PT Dekor Asia Jayakarya mengatakan sejak ada mahasiswa magang sudah merasakan keuntungannya. Di antaranya, ada masukan-masukan yang sebelumnya tidak terpikirkan dirinya.

Masukan-masukan sudah diterapkan seperti layout, dan managemen yang sudah dikritisasi mahasiswa magang. Sedang alat-alat yang mendukung efisiensi produksi masih dalam proses. “Kita berharap secepat mungkin alat-alat itu tercipta karena permintaan yang semakin besar,” kata Bambang.

Kebadiran alat-alat dengan teknologi baru itu bisa memotong biaya produksi yang selama ini masih high cost, karena masih berbasis pada tenaga manusia. Dengan permintaan semakin meningkat, Bambang mentargetkan dua kali lipat produsi. Namun kalau masih menggunakan banyak orang, tentu akan terjadi high cost.

Karena itu, Bambang berharap dengan kehadiran mahasiswa magang akan tercipta teknologi yang memudahkan dan mengurangi high cost dari tenaga kerja manusia. “Tetapi kami tidak berarti mengurangi tenaga kerja manusia. Sebab kita akan mengembangkan tempat produksi di Wonosari, Gunungkidul. Ini dimaksudkan untuk memotong biaya transportasi bambu dari wilayah Wonogiri, Jawa Tengah dan Pacitan, Jawa Timur,” katanya.

Adanya pabrik pengolahan bambu di Wonosari bisa memangkas biaya transfortasi bahan baku dari wilayah Wonogiri, Jawa Tengah, dan Pacitan, Jawa Timur yang mahal. Bila diolah di pabrik Wonosari kemudian dibawa ke Bantul sudah berupa produk setengah jadi atau sudah jadi. ##

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *