Jati Mega Wanagama Lurus dan Panjang

Prof Dr H Mohammad Naiem. (foto : heri purwata)

SAAT ini untuk mendapatkan pohon jati yang lurus dan panjang cukup sulit. Pohon jati yang ada di hutan rakyat sebagian besar pendek dan banyak cabangnya. Sehingga hutan rakyat tidak dapat menghasilkan kayu jati yang bisa digunakan untuk blandar, usuk, soko, dan papan dalam jumlah yang besar.

Karena itu, tanaman jati di hutan rakyat yang tidak berkualitas perlu diganti dengan tanaman jati bermutu. Selain bisa menghasilkan kayu yang bagus, juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bibit jati berkualitas adalah Jati Mega Wanagama.

Demikian diungkapkan Prof Dr H Mohammad Naiem MAgr.Sc, Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dalam wawancara dengan jogpaper.net di ruang kerjanya, Selasa (28/2/2017). Jati Mega Wanagama merupakan hasil penelitiannya yang sengaja tidak dipantenkan agar masyarakat luas bisa mengembangkannya.

Dijelaskan Naiem, Jati Mega Wanagama ditemukan setelah melakukuan penelitian terhadap 600 jenis jati unggul yang ada di Nusantara. Penelitian yang dilakukan tahun 1998, berhasil menemukan dua bibit jati unggul yang kemudian mendapat sertifikat dan disebut Perhutani 1 dan Perhutani 2. Kemudian tahun 2004, jati ini dikembangkan di Wanagama UGM dan diberinama Mega Wanagama.

Keunggulan Jati Mega Wanagama pohon tidak bercabang, tinggi, bisa tumbuh dengan baik di seluruh nusantara. Mudah menanam dan merawatnya. Dalam usia 10 tahun, tanaman jati sudah bisa dipanen. “Kalau menginginkan kualitas kayu yang lebih baik, usia panennya diperpanjang,” katanya.

Untuk menanam jati, kata Naiem, sebaiknya menggunakan metode Silvi Cultur yang memungkinkan petani masih dapat menanam padi atau palawija di sela-sela tanaman jati. Menggunakan jarak tanam 6 x 2 atau 6 x 4 maka masih ada sela tanah dan tanaman jati tidak menaungi tanaman di bawahnya. “Jadi selama menunggu panen jati, petani mendapatkan hasil dari tanaman tumpang sarinya,” ujarnya.

Tanaman jati hasil penelitian Naiem, dapat dilihat di hutan Perhutani antara Sragen (Jawa Tengah) – Ngawi (Jawa Timur). “Mulai Walikukun di kanan kiri jalan, banyak tanaman jati. Pohon jatinya bukan jati yang jelek lagi. Pohonnya lurus-lurus dan tinggi, jadi kalau kesorot lampu seperti pemandangan di luar negeri. Itu hasil tanaman saya dari clone Perhutani 1 dan Perhutani 2 atau Mega Wanagama,” kata Moh Naiem.

Penulis : Heri Purwata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *