HAKI Dapat Digunakan untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Prof Budi Agus Riswandi (kanan atas) saat menyampaikan materi pada webinar, Rabu (29/9/2021). (foto : screenshot/zoom/heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) telah berkembang pesat di Indonesia. HAKI tidak hanya sebagai instrumen hukum berbagai kreativitas, tetapi sudah berkembang sebagai alat pendorong ekonomi suatu bangsa.

Demikian diungkapkan Prof Dr Budi Agus Riswandi, SH, MHum, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Yogyakarta pada Webinar Fikih Keindonesiaan 1, Rabu (28/9/2021). Prof Budi Agus Riswandi mengangkat tema ‘Perkembangan Kajian HAKI di Indonesia Perspektif Maqosid Syariah.’

Bacaan Lainnya

Webinar diselenggarakan Program Studi (Prodi) Hukum Islam, Program Doktor Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI UII). Selain Budi Agus Riswandi, Webinar juga menampilkan pembicara Dr Drs Asmuni, MA, dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sedang moderator Januariansyah Arfaizar, SHI, ME, Kandidat Doktor Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII.

Lebih lanjut Budi Agus Riswandi mengatakan HAKI memiliki peran yang sangat penting, khususnya bagi Islam. Umat Islam wajib berpartisipasi dan mengenali HAKI tidak hanya dilihat dari sisi hukum positif, tetapi perspektif maqosid syariah.

HAKI, jelas Budi, dimaknai sebagai hak hukum yang timbul atas ide atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk benda nyata. Maknanya adalah hukum. “HAKI sebagai hak hukum mempunyai tiga karakteristik,” kata Budi yang baru saja menyandang gelar profesor ini.

Karasteristik pertama, kata Budi, menciptakan hak eksklusif (monopoli). Hak eksklusif ini bukan berarti dengan HAKI seolah-olah suatu perwujudan ide atau gagasan sama sekali tidak boleh digunakan oleh orang lain.

Hak eksklusif memuat tiga ciri yaitu kesatu, dapat digunakan orang yang memiliki hak hukum tanpa meminta ijin orang lain. Ciri kedua, dapat diijinkan untuk digunakan pihak lain. Sedang ciri ketiga, pemiliki hak eksklusif dapat melarang orang lain menggunakan hak tersebut.

Kemudian karasteristik kedua, hak eksklusif memiliki jangka waktu. Seperti Hak Paten hanya berlaku dalam jangka waktu 10-20 tahun dan tidak bisa diperpanjang.

Karasteristik ketiga, keberlakuan hak eksklusif terbatas pada teritorial. Hak ini hanya berlaku di suatu negara. Karena itu, jika menginginkan HAKI bisa berlaku di beberapa negara, harus diurus sesuai dengan ketentuan di negara lain.

Dijelaskan Budi, ada tiga syarat untuk mendapat HAKI yaitu harus berwujud, karya original, memiliki kebaruan. Selain itu, karya tersebut juga memiliki pembeda dengan benda yang sudah ada. “Hasil plagiasi yang dimintakan HAKI tidak pernah diberikan. Karena bertentangan dengan perwujudan ide/gagasan menjadi suatu benda,” katanya.

Secara konseptual, kata Budi, HAKI memiliki dua ruang lingkup yaitu hak ekonomi dan hak atas ciptaan. Hak ekonomi adalah hak yang memiliki hubungan langsung terhadap ekonomi perusahaan seperti hak pengadaan, hak distribusi, hak penyiaran, hak pertunjukan dan hak pinjam masyarakat.

Sedang hak atas ciptaan adalah hak yang merujuk pada ciptaannya, seperti program komputer, buku, fotografi, data base dan lain-lain. Jenis-jenisnya di antaranya, hak cipta, hak paten, hak merek, hak desain industri, hak rahasia dagang. “Ada empat prinsip HAKI yaitu prinsip ekonomi, prisnis kebudayaan, prinsip keadilan, prinsip sosial,” katanya.

Cara mendapatkan HAKI ada tiga yaitu pertama, cipta karya seni diwujudkan dalam karya nyata. Misalnya, desertasi dan buku yang merupakan hak cipta. Untuk mendapatkannya tidak perlu melalui pendaftaran. Kedua, HAKI diperoleh dengan mendaftar diri. Misalnya, penciptaan teknologi tepat guna.

Sedang cara ketiga mendapatkan HAKI adalah rahasia dagang justru merahasiakan informasi bisnis bagi usaha. “Tujuan HAKI, pertama, pengakuan moral dan ekonomi. Kedua, mendorong kreativitas, menciptakan persaingan sehat,” ujar Budi.

Menurut Budi, saat ini, HAKI memiliki nilai strategis bagi pembangunan ekonomi suatu negara. “Misalnya, saya menawarkan perusahaan Coca Cola. Tentu mereka yang membeli tidak akan beli tanah, dan gedungnya. Tetapi mereka akan membeli mereknya. Itu bukti HAKI sifatnya tak berujud, tetapi bisa diwariskan, dihibahkan, atau dijualbelikan,” katanya.

Sementara Dr Drs Yusdani, MAg, Ketua Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII mengatakan Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa S3 terhadap Fikih Keindonesiaan. “Webinar ini merupakan upaya Fikih Keindonesiaan, salah satunya melalui HAKI. Mahasiswa wajib menggunakan kesempatan ini untuk menggali HAKI dalam Fikih Keindonesia dan Maqosyid Syariah,” pesan Yusdani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *