Aplikasi Pasar Keliling Mudahkan Ibu-ibu Belanja

Salah satu prototype aplikasi bergerak yang dipamerkan pada Eksposisi Karya Mahasiwa FTI UII Yogyakarta, Selasa (19/12/2017). (foto : heri purwata)

SELAMA ini, ibu-ibu rumah tangga sudah dimudahkan dengan tukang sayur keliling. Namun terkadang bahan sayur-sayuran dan lauk yang dibawa tukang sayur keliling tidak seperti yang diharapkan ibu-ibu rumah tangga. Akhirnya, rencana membuat sayur dan lauk yang telah direncanakan menjadi buyar.

Namun kini ada Aplikasi Pasar Keliling yang memudahkan ibu-ibu rumah tangga untuk memesan bahan sayur-sayuran dan lauk pauk. Sehingga menu masakan hari ini bisa sesuai dengan yang telah direncanakan.

Bacaan Lainnya

Aplikasi ini memuat barang-barang yang bisa dipesan ibu-ibu rumah tangga. Di antaranya, ayam, bawang bombay, bawang merah, bawang putih, merica, miri, tumbar, pete, jengkol, bayam, sawi, jeruk, lele, tongkol, bandeng, dan daging sapi. Daftar barang-barang ini pun sudah dilengkapi dengan harganya.

Selain itu, prototype aplikasi yang dikembangkan kelompok D-Presiden ini juga dilengkapi keberadaan tukang sayur keliling. “Sehingga ibu rumah tangga dapat memperkirakan berapa lama tukang sayur keliling ini akan sampai di rumahnya,” kata Ridwan Jela, salah satu anggota tim D-Presiden kepada wartawan Kampus FTI UII, Selasa (19/12/2017).

Itulah salah satu purwa rupa aplikasi bergerak (prototype mobile apps) karya mahasiswa semester 1 Prodi Teknik Informatika, FTI UII. Ada 34 prototype aplikasi bergerak yang dipamerkan pada ‘Eksposisi Karya Mahasiswa’ kelas Pemikiran Desain semester ganjil tahun akademik 2017/2018 di Gedung Mas Mansyur FTI UII.

Dijelaskan dosen FTI, Fathul Wahid PhD, 34 purwarupa karya mahasiswa ini merupakan pengembangan kurikulum 2016. Proyek ini sengaja diterapkan pada semester 1 dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui tujuan dari belajar S1 Prodi Teknologi Informatika. Selanjutnya, mahasiswa akan lebih semangat untuk menjalani seluruh mata kuliahnya.

“Mereka dibagi dalam 34 kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 5-6 mahasiswa. Mereka terjun ke masyarakat untuk mencari masalah, kemudian mendesain aplikasi untuk memecahkan permasalahan. Tetapi ini baru prototype, sehingga mereka dituntut untuk terus menyempurnakan aplikasi yang dirancangnya,” kata Fathul Wahid.

Pembelajaran sistem ini, kata Fathul, baru ada dua di Indonesia yaitu UII dan Institut Teknologi Del di Medan, Sumatera Utara. “Tetapi di sana kelas pemikiran desain diletakan di semester akhir,” ujar Fathul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *