UP 45 Sumbang Pemikiran untuk Cegah Keruntuhan Bangsa

Bambang Irjanto saat memberikan sambutan pada pembukaan Diskusi di Kampus UP 45 Yogyakarta, Jumat (23/3/2018). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Proklamasi (UP) 45 Yogyakarta, Ir Bambang Irjanto MBA mendorong seluruh fakultas dan lembaga di lingkungan UP 45 untuk berbuat sesuatu. Aksi tersebut diharapkan dapat menghasilkan pemikiran positif yang dapat digunakan untuk mencegah keruntuhan bangsa.

Rektor UP 45 mengungkapkan hal tersebut pada pembukaan diskusi ‘Pelaksanaan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tidak Pidana Pencian Uang di Indonesia’ di Gedung Soekarno, Kampus UP 45 Yogyakarta, Jumat (23/3/2018). Diskusi yang digelar Fakultas Hukum menghadirkan nara sumber praktisi hukum, I Ktut Sudiharsa SH, MSi dan Dr H Muh Khambali.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Bambang Irjanto menjelaskan kondisi negara Indonesia menghadapi banyak masalah sehingga perguruan tinggi perlu ikut menyumbangkan pemikirannya. “Alhamdulillah Fakultas Hukum sudah bisa menggelar diskusi ini,” kata Bambang Irjanto.

I Ktut Sudiharsa (kiri) dan Muh Khambali di Kampus UP 45 Yogyakarta, Jumat (23/3/2018). (foto : heri purwata)

Sedang I Ktut Sudiharsa menjelaskan tentang ‘Gratifikasi dan Tindak Pencucian Uang’ berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Gratifikasi, kata Ktut Sudiharsa, bisa terjadi di lembaga kepolisian. Salah satu contohnya, ketika seseorang membeli mobil baru dan menginginkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) cepat selesai maka seseorang tersebut harus membayar kepada polisi dengan tarif tertentu. “Ini disebut gratifikasi,” kata I Ktut Sudiharsa yang mantan anggota polisi ini.

Sementara Muh Khambali menjelaskan tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kegiatan ini merupakan upaya untuk menyembunyikan asal usul harta kekayaan. “Caranya, menempatkan uang hasil tindak pidana ke dalam bentuk yang tidak menimbulkan kerugian melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara,” kata Khambali.

Bisa juga, lanjut Khambali, melakukan transaksi kuangan yang komplek, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening. “Sehingga sulit dilacak asal muasal dana atau dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tidak pidana tersebut,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *