YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET —Kondisi akad yang digunakan di bank syariah di Indonesia masih menimbulkan pertanyaan, salah satunya adalah akad tabungan atau rekening simpanan yang sering kali dipahami sebagai akad pinjaman atau qardh. Tidak disyaratkan bahwa peminjam adalah orang miskin, bahkan orang kaya pun bisa meminjam karena alasan tertentu. Sebagian ulama kontemporer menyatakan bahwa meskipun awalnya dana tersebut merupakan titipan atau wadi’ah, namun karena kebutuhan menjaga dana nasabah, maka akadnya berubah menjadi pinjaman. Hal ini mendorong Muhammad Faisal Muchhtar mahasiswa Program Studi Doktor Hukum Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) melakukan penelitian lebih mendalam dalam rangka penyusunan disertasi untuk meraih gelar doktor.
Muhammad Faisal kelahiran Banda Aceh ini, menyusun disertasi dengan judul Kedudukan Rekening Tabungan Bank Syariah Indonesia, Studi Komparatif Perspektif Hukum Perbankan dan Hukum Fikih. Disertasi dipertahankan Muhammad Faisal pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Hukum Islam di FIAI UII, 8 Mei 2025, di Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14,4, Sleman.
Dalam proses sidang terbuka bertindak sebagai ketua Dr. M. Roy Purwanto, M.Ag serta sekretaris Dr. Anisah Budiwati, S.HI., M.SI. Hadir juga promotor Prof. Dr. Jaih Mubarok. Penguji disertasi yakni Dr. Nur Kholis, S.Ag., SEI., M.Sh.Ec serta Prof. Dr. Tamyiz Mukharram, MA dan Dr. Jeihan Ali Azhar, S.Si., M.E.I.
Promotor Prof. Dr. Jaih Mubarok,MA menyampaikan pengantar atas disertasi Muhammad Faisal.
’Muhammad Faisal Muchtar lahir di Banda Aceh tahun 1973, pendidikan sarjana di Universitas Al-Azhar Kairo. Pendidikan magister di MSI UII. Pak Faisal ini terkesan sebagai aktivis dan praktisi bukan akademisi. . Kalau di luar negeri punya program yang berbasis akademik, di mana seseorang itu kita bentuk menjadi peneliti dan dosen. Kalau praktisi di luar negeri doktornya itu bergelar DBA, tapi kalau akademisi gelarnya Ph.D. Karena kita tidak ada DBA jadi ini kita dorong ke Ph.D. Jadi ini salah satu kondisi saya bahagia karena Pak Faisal bersedia menjadi akademisi, di sisi lain ada tantangan tersendiri pada masa depan, karena suka tidak suka lulusan kita ini untuk menjadi akademisi dan sebagai peneliti,” kata Prof Jaih Mubarok.
Prof. Jaih Mubarok juga tambahkan bahwa sosok Muhammad Faisal memang luar biasa, memiliki semangat untuk bimbingan juga luar biasa. Menarik untuk perkembangan akademik, memang butuh komitmen dari Muhammad Faisal, karena gelar doktor tidak sekedar sampai sidang terbuka, tapi pembuktian setelah lulus, menjadi akademisi dan peneliti tentu ilmunya lebih jauh bermanfaat di masyarakat.
“Selama dalam penelitian saya, topik ini sejak tahun 1960an perdebatanya terus masih lahir. Meskipun topik lama, tapi aktualitasnya tetap terjaga. Kami sebagai promotor disertasi ini memang sangat layak untuk diluluskan. Bahkan Grand Syaikh Muhammad Sayyid Tantowi sebagai mukti di Mesir sampai mengubah pendapatnya 5 kali, ada 5 fatwa. Jadi memang ini isyunya global, dari sudut disertasi ini sangat memenuhi syarat, sangat qualified,” kata Prof. Dr. Jaih.
Promovendus Muhammad Faisal dalam disertasinya menyoroti tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan peraturan mengenai produk perbankan seperti Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Perbankan Umum. Selain itu, diterbitkan Undang-undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). POJK di atas mendefinisikan tabungan bank. Namun, ketentuan di dalamnya juga mengatur bahwa bank berhak untuk menggunakan dana nasabah, ini merupakan ciri khas fractional reserve banking sistem secara global dan menempatkan nasabah simpanan dengan akad sukarela untuk menyimpan harta orang lain, sebagai amanah di tangan penerima simpanan. Adapun yang menggunakan kaidah bahwa al ibratu fil uqud bil maqashid wal ma’ani la bil alfazh wal mabani, kurang tepat penggunaannya, karena nasabah ingin menitipkan hartanya pada sebuah bank secara aman, maka tentu tidak bermaksud mempersilakan bank untuk menggunakan dananya. Tidak dapat pula diubah dari zhahir lafazh ke sebaliknya/majaz, yaitu dari akad wadi’ah menjadi dipahami sebagai qarinah. Tidak boleh pula berpindah dari makna asli ke makna lainnya karena tidak adanya qarinah, maka sebaiknya akad yang digunakan adalah qardh. Qardh adalah akad meminjamkan sejumlah uang kepada orang lain, untuk dimanfaatkan dan dikembalikan dengan nilai yang sepadan. Dalam praktik perbankan nasabah menyetorkan uang tabungan kepada bank, lalu bank menggunakan untuk berbisnis dan mengembalikan nilai yang sepadan, maka qardh patut menjadi sebuah solusi. (IPK)