Rektor UII : Indonesia Alami Kemunduran Demokrasi

Gerbang UII
Pintu Gerbang masuk Kampus UII di Jalan Kaliurang Yogyakarta. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD menilai Indonesia mengalami kemunduran demokrasi. Hal ini terlihat dari perkembangan mutakhir praktik berbangsa dan bernegara telah mempertontonkan secara telanjang kepada publik maraknya penyalahgunaan kekuasaan.

“Politik kekuasaan yang abai terhadap kepentingan rakyat seakan kembali hadir sebagai panglima. Praktik berpolitik semakin jauh dari nilai-nilai kebajikan dan tidak lagi dibingkai sebagai sarana melayani kepentingan bangsa dan negara,” kata Fathul Wahid dalam Pernyataan Sikap UII yang dikirim ke redaksi, Rabu (13/12/2023).

Bacaan Lainnya

Kondisi ini, kata Fathul Wahid, telah membawa Indonesia pada kemunduran demokrasi yang diindikasikan oleh banyak aspek. Di antaranya, penegakan hukum yang tidak konsisten, pemberantasan korupsi yang tebang pilih, dan kebebasan berekspresi yang semu.

“Hal ini juga telah menghadirkan perselingkuhan antarpenguasa yang melahirkan oligarki dan menumbuhsuburkan fenomena kolusi dan nepotisme. Akhirnya, rakyat hanya menjadi objek pelanggeng kekuasaan yang tidak dihargai martabatnya,” tandas Fathul Wahid.

Karena itu, Universitas Islam Indonesia menyatakan empat sikap.

  1. Mengutuk berbagai upaya pengangkangan hukum dalam segala bentuk yang mengabaikan kemaslahatan bangsa dan negara. Hukum wajib dikembalikan menjadi panglima, yang pembentukannya harus kalis dari kepentingan dan penegakannya tidak boleh menguntungkan kelompok atau golongan tertentu.
  2. Mendesak negara untuk lebih serius memperjuangkan pemberantasan korupsi dengan membangun sistem pemerintahan yang bersih dan mengefektifkan penegakan hukum, termasuk salah satunya mengembalikan kesaktian Komisi Pemberantasan Korupsi dan membebaskannya dari segala intervensi yang melemahkan.
  3. Menuntut negara dan semua aparatnya untuk menjamin kebebasan berpendapat untuk menyampaikan aspirasi untuk mengingatkan penguasa ketika lupa dengan tugasnya atau keluar dari rel konstitusi. Pemerintah jangan sampai menjadi penjaga gerbang informasi yang mengelabui akal sehat publik.
  4. Mengajak masyarakat untuk lebih cermat dalam merespons beragam informasi yang diterima, mengedepankan tabayun, tidak gampang diadu domba, dan tidak mudah terkecoh dengan muslihat politik yang mempermainkan emosi publik sehingga melupakan berpikir kritis. (*)