Rektor UII : Gunakan Akal Sehat di Pemilu 2024

Wisuda
Prosesi Wisuda UII Periode II Tahun Akademik 2022/2023, Sabtu (3/12/2022). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD berpesan agar alumni selalu menggunakan akal sehat pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024. Selain akal sehat, juga menjadi orang yang dapat menerima perbedaan dan kedepankan pendekatan ilmiah dalam melihat banyak hal.

Rektor UII mengungkapkan hal tersebut pada sambutan tertulis yang dibacakaan Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset, Prof Dr Jaka Nugraha, SSi, MSi, pada Wisuda Doktor, Magister, Sarjana dan Diploma Periode II Tahun Akademik 2022/2023, Sabtu (3/12/2022). Wisuda kali diikuti 1.070 lulusan yang terdiri dari 116 ahli madia, 862 sarjana, 91 magister, dan satu orang doktor. Sejak berdiri hingga saat ini, UII telah meluluskan lebih dari 110.000 alumni.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Rektor UII mengatakan menggunakan akal sehat bukan hal mudah. Apabila banyak di antara warga negara tidak menjadi pemikir yang merdeka dan mandiri, serta cenderung mengikuti narasi publik yang seringkali dipenuhi dengan beragam kepentingan.

“Akal sehatlah yang bisa menepis beragam informasi salah atau hoaks yang berkembang dengan pesat di tengah-tengah kita. Akal sehatlah yang akan menjadikan kita tidak mudah diadu domba dan menerima hasutan,” kata Fathul.

Wisudawan UII Periode II Tahun Akademik 2022/2023. (foto ; heri purwata)

Menurut Fathul, jika semua alumni mampu menggunakan akal sehat, maka akan terbentuk akal sehat kolektif sehingga akan ada kesadaran untuk merawat persatuan bangsa ini. Persatuan bangsa merupakan warisan mahal dari para pendiri bangsa yang harus dipertahankan. “Kita sudah menjadi saksi sejarah, banyak bangsa yang hancur ketika persatuan tidak bisa dijaga,” jelasnya.

Selain menggunakan akal sehat, alumni juga dituntut untuk menjadi manusia yang dapat menerima perbedaan. Pengalaman di kampus telah mengajarkan tentang menjunjung tinggi kebebasan akademik, dapat menjadi basis bersikap. “Membayangkan semua orang sependapat dengan kita ibarat mimpi dengan mata terbuka alias tidak mungkin,” katanya.

Setiap orang, jelas Fathul, mempunyai asal yang berbeda, pengalaman lampau beragam, dan aspirasi yang bervariasi. Menghilangkan semua perbedaan tersebut dipastikan tidak mungkin. Persatuan bukan dibentuk karena semua seragam, tetapi atas dasar saling menghormati perbedaan dan sepakat mengedepanan persamaan.

“Indonesia adalah bangsa yang sangat beragam sejak berdirinya. Tugas kita saat ini adalah merayakan kekayaan tersebut dengan merajutkan menjadi tenun kebangsaan yang menyatukan,” harapnya.

Sedang hal yang tidak kalah penting, adalah mengedepankan pendekatan ilmiah dalam melihat banyak hal. Perbedaan pendapat di tahun politik dipastikan ada. Itu hal yang sangat wajar. Ketika itu terjadi, kembalikan kepada ilmu. Biarkan ilmu yang membimbing kita dalam bersikap dan mengambil keputusan. Jangan sangat emosi dan perasaan lebih mendominasi.

“Inilah tantangan di era pascakebenaran seperti saat ini. Tidak selalu mudah memang, ketika sentimen kita dimainkan dengan beragam algoritma. Tetapi saya yakin, ketika banyak dari kita melantangkan pendekatan ilmiah dalam menyelesaikan banyak hal, insyaallah ini akan menjadi modal untuk kemajuan di masa depan,” katanya.

Menurut Fathul, pendekatan ilmiah akan menjadikan hati setiap alumni tetap dingin karena argumentasi logis yang dipertontonkan. Ini juga akan mendidikan bangsa menjadi lebih dewasa dalam berdemokrasi. “Semoga kita sebagai bangsa semakin dewasa dalam berdemokrasi. Saya berharap, Saudara semua akan menjadi bagian penting dari proses tersebut,” harap Fathul. (*)