Prof Subejo Dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Pertanian UGM

Subejo
Prof Subejo saat menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar Fakultas Pertanian UGM. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Prof Subejo SP, MSc, PhD mengatakan pemanfaatan teknologi infromasi dan komunikasi (TIK) sangat membantu penyuluh pertanian untuk menjangkau daerah terpencil. Mengingat jumlah petugas penyuluh pertanian lapangan yang terbatas dibandingkan luas wilayah dan cakupan jumlah petani.

Prof Subejo mengemukakan hal tersebut pada pidato pengukuhan sebagai Guru Besar dalam bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian, di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (21/11/2023). Subejo menyampaikan pidato pengukuhan berjudul ‘Koeksistensi TIK Kontemporer dan Penyuluhan Konvensional Menuju Perspektif Baru Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian di Indonesia.’

Bacaan Lainnya

Subejo menjelaskan problem pangan nasional dan global dari waktu ke waktu semakin kompleks. Sehingga membutuhkan solusi serta kemampuan adaptasi, termasuk dalam pemanfaatan teknologi infromasi dan komunikasi (TIK). Adopsi teknologi informasi dan komunikasi sangat potensial merevolusi eksistensi penyuluhan pertanian dan berkontribusi penting terhadap keberlanjutan sistem pertanian dan usaha petani skala kecil.

“Pemanfaatan TIK di Indonesia untuk mendukung pembangunan sektor agro pada masa-masa mendatang sangat strategis. Sebab jumlah petugas penyuluh pertanian lapangan yang terbatas dibandingkan luas wilayah dan cakupan jumlah petani. Selain itu, ketersediaan teknologi informasi yang berkembang pesat, literasi masyarakat terhadap media semakin baik dan kondisi wilayah tersebar dalam bentuk kepulauan,” kata Subejo.

Menurut Subejo, kombinasi dan integrasi model penyuluhan konvensional dengan model penyuluhan baru yang mengoptimalkan pemanfaatan media baru sangat relevan dengan kondisi terkini, terutama sejak meluasnya pandemi Covid-19. Hal ini juga merupakan adaptasi strategis dengan mobilitas orang dan barang sangat dibatasi untuk mengurangi risiko penularan Covid-19.

Berkurangnya jumlah dan frekuensi interaksi sosial dalam bentuk pertemuan fisik antara penyuluh pertanian lapangan dengan kelompok tani dan petani dalam batas tertentu dapat dikompensasi dengan pemanfaatan berbagai aplikasi dan media baru untuk menyebarluaskan berbagai informasi dan inovasi terkait pertanian. Bahkan dalam beberapa kasus cukup sukses untuk mendorong e-marketing dan distribusi berbagai produk pertanian di wilayah-wilayah yang sudah memiliki infrastruktur telekomunikasi memadai dan SDM penyuluh dan petani yang cukup baik.

Lebih lanjut ia menyebutkan kebijakan dan orientasi penyuluhan dan komunikasi pertanian di Indonesia telah mengalami transformasi yang cukup besar. Hal ini sejalan dengan pergeseran sektor pertanian ke arah yang lebih beragam, bersifat komersial dan lebih menitikberatkan pada isu keberlanjutan dan efisiensi.

Subejo mengatakan bahwa kebijakan dan praksis penyuluhan dan komunikasi pertanian saat ini dan masa mendatang harus mampu beradaptasi dengan berbagai persoalan kontemporer serta persoalan masa depan pertanian dan pedesaan seperti kelangkaan sumber daya produksi yang ditandai dengan alih fungsi lahan pertanian serta degradasi kualitas lahan pertanian, dampak negatif atas perubahan iklim global, stagnasi proses regenerasi petani, dan urgensi perbaikan tata kelola kelembagaan pertanian.

“Fakultas Pertanian UGM sejak beberapa tahun terkahir telah mempromosikan smart eco-bio production. Hal ini sangat relevan dengan dinamika global pembangunan pertanian yang menuntut tumbuhnya gagasan dan inovasi strategis sebagai respon aktif atas berbagai perubahan, problematika, dan peluang pembangunan pertanian nasional dan global,” kata Subejo. (*)