Oleh: Sururi *)
TAHUN 2010, General Electric (GE) memutuskan mengubah cara pandang mereka terhadap fungsi audit internal. Bukannya menjadikannya sekadar unit pengawas, mereka justru menempatkan para auditor sebagai bakat strategis perusahaan. Auditor internal GE tak hanya duduk di belakang meja dengan daftar agenda audit dan temuan, tetapi dilibatkan langsung dalam proyek-proyek transformasi dan efisiensi operasional lintas divisi.
Hasilnya luar biasa, auditor yang memahami secara mendalam seluk-beluk risiko, proses, dan celah sistem menjadi kandidat ideal untuk posisi manajerial. GE mengubah audit dari fungsi pendukung menjadi ladang kaderisasi pemimpin bisnis yang melek risiko.
Apa yang dilakukan GE menunjukkan satu hal, bahwa keunggulan korporasi dibangun dari dalam, dan auditor internal bisa menjadi pemain kunci.
Audit Internal dan Transformasi Digital: Kasus Johnson & Johnson
Di tengah gelombang transformasi digital yang agresif, Johnson & Johnson menghadapi risiko besar—mulai dari keamanan data pasien, proses pengadaan yang rentan fraud, hingga integrasi teknologi yang terlalu cepat. Namun perusahaan farmasi raksasa ini punya strategi: mengikutsertakan auditor internal sejak awal tahap transformasi.
Peran auditor internal tidak sekedar memeriksa setelah proyek berjalan, melainkan diminta menjadi “co-pilot”, mendampingi tim digital untuk mengidentifikasi area kritis, menyiapkan kontrol adaptif, dan memberi penilaian realistis tentang implikasi jangka panjang.
Hasilnya, proyek digital berjalan lebih mulus dan lebih hemat biaya karena banyak risiko bisa dihindari lebih awal. J&J membuktikan bahwa audit yang terlibat sejak perencanaan mampu menciptakan nilai nyata bagi bisnis.
Audit Internal yang Agile dan Melekat pada Inovasi: Kasus Wipro
Wipro adalah salah satu perusahaan layanan teknologi informasi, konsultan bisnis, dan rekayasa sistem informasi terbesar di India, yang kini telah berkembang menjadi pemain global di sektor teknologi informasi. Berbasis di Bengaluru, India, Wipro memiliki lebih dari 240.000 karyawan dengan klien di lebih dari 65 negara.
Wipro juga menghadirkan contoh menonjol, tidak menempatkan audit internal sebagai pemeriksa belakang layer (back office), melainkan menempatkan fungsi audit internal sebagai mitra aktif dalam setiap fase transformasi.
Wipro mengadopsi pendekatan “agile internal audit”, audit yang dilakukan secara cepat, responsif, dan kolaboratif dengan tim bisnis. Mereka menggunakan dashboard berbasis data real-time untuk mendeteksi anomali, memonitor proyek transformasi, hingga memetakan risiko digital secara berkelanjutan.
Lebih jauh, auditor internal Wipro juga ikut dalam proyek-proyek pengembangan AI, sistem ERP, dan akuisisi lintas negara. Dengan keterlibatan pada proses bisnis sejak awal, mereka mampu menghindari risiko sistemik sebelum proyek diluncurkan.
Wipro bahkan berinvestasi dalam pelatihan intensif bagi para auditor internal, mulai dari teknologi siber, strategi bisnis, hingga komunikasi lintas departemen. Hasilnya, Audit internal menjadi katalis inovasi dan penjaga reputasi perusahaan di tengah ekspansi global yang agresif.
Kolaborasi Audit–Bisnis dalam Perubahan Operasional: Kasus Unilever
Unilever, raksasa konsumer global, mengambil pendekatan kemitraan atau “business partnering”. Fungsi audit internal dilibatkan sejak awal proyek perubahan proses operasional bisnis, misalnya dalam redesain rantai pasok (supply chain) di Asia Tenggara.
Auditor memberikan analisis potensi celah kontrol, peringatan dini atas vendor fraud, serta simulasi risiko teknologi. Pendekatan ini membuat manajemen lebih siap dan efisien, serta mempercepat siklus implementasi kebijakan baru.
Audit Internal: Paradigma Konvensional
Di banyak perusahaan, terutama yang masih menganut pola struktural tradisional, fungsi audit internal masih diposisikan sebagai pengawas pasca-kejadian, atau sekadar alat pemenuhan kepatuhan regulatif. Auditor baru dipanggil ketika proyek telah berjalan, sistem sudah terlanjur bocor, atau risiko telah terjadi dan berdampak nyata.
Paradigma ini membuat auditor internal cenderung reaktif dan administratif, sehingga kehilangan potensi strategisnya dalam membantu organisasi tumbuh secara tangguh dan adaptif. Alih-alih dilihat sebagai mitra transformasi, auditor internal kadang masih dianggap pengganggu kenyamanan proses.
Namun, seperti ditunjukkan oleh GE, Johnson & Johnson, Unilever, dan Wipro, fungsi audit internal justru semakin relevan di era disrupsi dan kompleksitas tinggi. Perusahaan-perusahaan progresif memilih menggeser audit dari “penjaga belakang” menjadi “navigator risiko”—yakni pihak yang memberi nilai tambah, memperkuat pengambilan keputusan, dan menjaga reputasi jangka panjang.
Dengan kata lain, paradigma konvensional perlu digeser: bukan hanya soal menemukan kesalahan, tetapi membangun sistem yang mampu menghindari kesalahan sebelum terjadi. Di sinilah peran strategis audit internal mulai mengambil tempat sebagai pilar keunggulan korporasi modern.
Menggeser Paradigma: Dari Temuan ke Rekomendasi Bernilai Strategis
Audit internal yang strategis tidak diukur dari banyaknya temuan, tetapi dari kualitas insight yang dapat ditindaklanjuti. Auditor perlu paham proses bisnis, konteks teknologi, dan arah strategis organisasi. Mereka harus dilatih tidak hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai penasehat berbasis data dan mitra berpikir kritis.
Dalam sebuah perusahaan logistik nasional, audit internal yang dilibatkan sejak awal penerapan sistem ERP berhasil menghindari kerugian miliaran rupiah hanya karena mampu memetakan risiko integrasi dan vendor sebelum sistem dijalankan.
Audit Internal sebagai Pilar Keunggulan Korporasi
Perusahaan-perusahaan masa depan tidak cukup hanya agile secara bisnis, tetapi juga harus tangguh secara struktur internal. Auditor internal, jika diberdayakan, bisa menjadi jembatan antara nilai dan kontrol, antara ambisi dan realitas, antara risiko dan peluang.
Fungsi audit internal bukan sekadar pelapor kelemahan, melainkan pembawa rekomendasi yang mengarah pada perbaikan nyata. Dalam dunia yang makin volatile dan kompetitif, fungsi ini akan semakin menentukan, bukan sebagai beban, melainkan sebagai sumber keunggulan korporasi yang berkelanjutan. (*)
*) Wakil Ketua Asosiasi Auditor Internal (AAI) DIY-Jawa Tengah;
Auditor KAP Drs Chaeroni dan Rekan;
Direktur Politeknik YKPN 2016-2024;
Ketua Forum Program Studi Vokasi IAI KAPd;
Wakil Ketua IAI DIY;
Bendahara APTISI DIY.