Lulusan Perguruan Tinggi Dituntut Sebagai Pembelajar Sepanjang Hayat

Wisuda
Rektor UII mewisuda lulusan yang didampingi kedua orangtuanya di Auditorium Abdul Kahar Mudzakkir, Sabtu (29/7/2023). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Islam Indonesia (II), Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD mengatakan setelah wisuda, para lulusan akan memasuki petualangan baru. Ini merupakan waktu para lulusan untuk meneguhkan kiprahnya di tengah masyarakat, mengamalkan ilmu yang sudah didapat, serta memastikan manfaat yang lebat.

Rektor UII mengemukakan hal tersebut pada Wisuda Doktor, Magister, Sarjana dan Diploma Periode VI Tahun Akademik 2022/2023 di Auditorium Kahar Mudzakkir, Sabtu-Ahad (29-30/7/2023). Sebanyak 820 lulusan mengikuti wisuda yang terdiri dari 17 ahli madia, 705 sarjana, 95 magister, dan tiga doktor.

Bacaan Lainnya

“Sampai hari ini, Universitas Islam Indonesia (UII) yang kita cintai telah menghasilkan lebih dari 120.000 lulusan dan sudah menebar manfaat dengan beragam peran, baik di dalam negeri maupun manca negara,” kata Fathul Wahid.

Fathul Wahid berpesan kepada wisudawan agar selalu mengasah dan menambah kecakapannya. “Apa yang sudah Saudara kuasai sampai hari ini, insyaallah akan menjadi modal awal untuk berkontribusi dengan beragam peran. Tapi ingat, lingkungan berubah, tuntutan bertambah,” kata Fathul.

Karena itu, kata Fathul, untuk menjamin relevansi keberadaan para lulusan dan memastikan kontribusi terbaik, pilihannya tidak banyak. Salah satunya, terus belajar dari beragam sumber, dan dengan berbagai cara.

“Sangat mungkin, suatu saat di masa depan yang tidak terlalu jauh, kecakapan yang kita punya akan tidak relevan lagi. Meski demikian, jangan sampai Saudara mengganggap masa depan itu mengerikan,” katanya.

Selama kita menjadi pembelajar sejati, tambah Fathul, para lulusan harus menjemput masa depan dengan suka cita dan penuh keyakinan. Wisudawan adalah para pemimpin masa depan. “Banyak dari kita merasa cukup dengan apa yang sudah diketahui. Karenanya, mereka lupa untuk terus belajar,” tandasnya.

Menurut Fathul, untuk menjaga adaptabilitas dalam menghadapi masa depan, wisudawan sudah seharusnya bersyukur jika mengetahui apa yang belum diketahui dan bukan malah malu. Hanya dengan demikian, wisudawan akan terus berpikir ulang dan belajar. Tidak ada garis finis dalam kamus pembelajar sejati.

Mengutip Adam Grant dalam bukunya Think Again, Fathul menyarankan agar para wisudawan harus berani berpikir ulang (rethinking) dan melupakan pelajaran lama (unlearning). Berpikir ulang dapat dilakukan dengan mengubah perspektif, mempertimbangkan informasi baru, dan bersedia mengambil kesimpulan, solusi, atau sudut pandang yang berbeda.

Kata Fathul, seringkali apa yang sudah dipelajari di masa lampau perlu dilupakan. Perspektif lama sangat mungkin tidak relevan lagi. Para wisudawan bisa menemukan kelemahan pelajaran yang didapatkan karena sumber yang tidak terpercaya, menemukan bukti baru, ada masalah ketika dijalankan, atau karena refleksi mendalam kita sendiri. “Ini mirip dengan meninggalkan amalan yang selama ini kita lakukan, karena ternyata berdasar hadis palsu,” tandasnya.

Fathul menyarankan agar para wisudawan selalu menyiapkan diri untuk menerima hal baru. “Selama kita merasa sudah paripurna, maka informasi baru tidak akan pernah dihargai dan mendapatkan tempat di dalam benak kita,” kata Fathul. (*)